Assalamualaikum.....

Terimakasih telah mengunjungi situs ini, semoga materi-materi yang terdapat di dalamnya dapat bermanfaat untuk kita semua....
Amin ya robbal alamin.....

Rio Cool

Rio Cool
Handsome Boy
Powered By Blogger

Senin, 08 Februari 2010

Tonsilitis

A. Pengertian
Tonsilitis adalah terdapatnya peradangan umum dan pembengkakan dari jaringan tonsil dengan pengumpulan lekosit, el-sel epitel mati dan bakteri patogen dalam kripta (Adam Boeis, 1994: 330).
Tonsilektomi adalah suatu tindakan invasif yang dilakukan untuk mengambil tonsil dengan atau tanpa adenoid (Adam Boeis, 1994: 337).

B. Etiologi
1. Streptokokus hemolitikus grup A.
2. Pneumokokus.
3. Stafilokokus.
4. Haemofilus influezae.

C. Pathofisiologi
1. Terjadinya peradangan pada daerah tonsila akibat virus.
2. Mengakibatkan terjadinya pembentukan eksudat.
3. Terjadi selulitis tonsila dan daerah sekitarnya.
4. Pembentukan abses peritonsilar.
5. Nekrosis jaringan.

D. Gejala-gejala
1. Sakit tenggorokan dan disfagia.
2. Penderita tidak mau makan atau minum.
3. Malaise.
4. Demam.
5. Nafas bau.
6. Otitis media merupakan salah satu faktor pencetusnya.






E. Penatalaksanaan
1. Tirah baring.
2. Pemberian cairan adekuat dan diet ringan.
3. Pemberian obat-obat (analgesik dan antibiotik).
4. Apabila tidak ada kemajuan maka alternatif tindakan yang dapat di lakukan adalah pembedahan.

F. Indikasi tindakan pembedahan
1. Indikasi absolut
a. Timbulnya kor pulmonale akibat adanya obstruksi jalan nafas yang kronis.
b. Hipertrofi tonsil atau adenoid dengan sindroma apnea pada waktu tidur.
c. Hipertrofi yang berlebihan yang mengakibatkan disfagia dan penurunan berat badan sebagai penyertanya.
d. Biopsi eksisi yang di curigai sebagai keganasan (limfoma).
e. Abses peritonsilaris berulang atau abses yang meluas pada jaringan sekitarnya.

2. Indikasi relatif
a. Terjadi 7 episode atau lebih infeksi tonsil pada tahun sebelumnya, atau 5 episode atau lebih infeksi tonsil tiap tahun pada 2 tahun sebelumnya atau 3 episode atau lebih infeksi tonsil tiap tahun pada 3 tahun sebelumnya dengan terapi antibiotik adekuat.
b. Kejang demam berulang yang disertai tonsilitis.
c. Halitosis akibat tonsilitis kronik yang tidak membaik dengan pemberian terapi medis.
d. Tonsilitis kronik atau berulang pada karier streptokokus B-hemolitikus yang tidak membaik dengan pemberian antibiotik resisten β-laktamase.
e. Operasi tonsilektomi pada anak-anak tidak selalu disertai adenoidektomi, adenoidektomi dilakukan hanya bila ditemukan pembesaran adenoid.

3. Indikasi lain yang paling dapat di terima adalah
a. Serangan tonsilitis yang berulang.
b. Hiperplasia tonsil dengan gangguan fungsional (disfagia).
c. Hiperplasia dan obstruksi yang menetap selama 6 bulan.
d. Tidak memberikan respons terhadap penatalaksanaan dan terapi.

G. Kontraindikasi
1. Demam yang tidak di ketahui penyebabnya.
2. Asma.
3. Infeksi sistemik atau kronis.
4. Sinusitis.

H. Persiapan operasi yang mungkin di lakukan
1. Pemeriksaan laboratorium (Hb, leko, waktu perdarahan).
2. Berikan penjelasan kepada klien tindakan dan perawatan setelah operasi.
3. Puasa 6-8 jam sebelum operasi.
4. Berikan antibiotik sebagai propilaksis.
5. Berikan premedikasi ½ jam sebelum operasi.


I. Teknik Operasi
Teknik operasi yang optimal dengan morbiditas yang rendah sampai sekarang masih menjadi kontroversi, masing-masing teknik memiliki kelebihan dan kekurangan. Penyembuhan luka pada tonsilektomi terjadi per sekundam. Pemilihan jenis teknik operasi difokuskan pada morbiditas seperti nyeri, perdarahan perioperatif dan pasca operatif serta durasi operasi. Beberapa teknik tonsilektomi dan peralatan baaru ditemukan disamping teknik tonsilektomi standar.
Di Indonesia teknik tonsilektomi yang terbanyak digunakan saat ini adalah teknik Guillotine dan diseksi

1. Guillotine
Tonsilektomi guillotine dipakai untuk mengangkat tonsil secara cepat dan praktis. Tonsil dijepit kemudian pisau guillotine digunakan untuk melepas tonsil beserta kapsul tonsil dari fosa tonsil. Sering terdapat sisa dari tonsil karena tidak seluruhnya terangkat atau timbul perdarahan yang hebat.




2. Teknik Diseksi
Kebanyakan tonsilektomi saat ini dilakukan dengan metode diseksi. Metode pengangkatan tonsil dengan menggunakan skapel dan dilakukan dalam anestesi. Tonsil digenggam dengan menggunakan klem tonsil dan ditarik kearah medial, sehingga menyebabkan tonsil menjadi tegang. Dengan menggunakan sickle knife dilakukan pemotongan mukosa dari pilar tersebut.

3. Teknik elektrokauter
Teknik ini memakai metode membakar seluruh jaringan tonsil disertai kauterisasi untuk mengontrol perdarahan. Pada bedah listrik transfer energi berupa radiasi elektromagnetik untuk menghasilkan efek pada jaringan. Frekuensi radio yang digunakan dalam spektrum elektromagnetik berkisar pada 0,1 hingga 4 Mhz. Penggunaan gelombang pada frekuensi ini mencegah terjadinya gangguan konduksi saraf atau jantung.
4. Radiofrekuensi
Pada teknik ini radiofrekuensi elektrode disisipkan langsung kejaringan. Densitas baru disekitar ujung elektrode cukup tinggi untuk membuka kerusakan bagian jaringan melalui pembentukan panas. Selama periode 4-6 minggu, daerah jaringan yang rusak mengecil dan total volume jaringan berkurang.

5. Skapel harmonik

Catatan :
- Teknik tonsilektomi yang direkomendasikan adalah teknik Guillotine dan teknik Diseksi
- Pelaksanaan operasi dapat dilakukan secara rawat inap atau one day care.
- Dianjurkan untuk melakukan penelitian untuk membandingkan teknik Guillotine dan
Diseksi di rumah sakit pendidikan.
- Dianjurkan untuk mengembangkan teknik Diseksi modern khususnya di rumah sakit
pendidikan.

J. Teknik Anestesi
Anestesi yang digunakan adalah anestesi umum dengan teknik perlindungan jalan nafas.
Pemantauan ditujukan atas fungsi nafas dan sirkulasi. Pulse oxymeter dianjurkan sebagai alat
monitoring.
K. Penyulit
Berikut ini keadaan-keadaan yang memerlukan pertimbangan khusus dalam melakukan
tonsilektomi maupun tonsiloadenoidektomi pada anak dan dewasa:
a. Kelainan anatomi: submucosal cleft palate (jika adenoidektomi dilakukan), kelainan
b. maksilofasial dan dentofasial
c. Kelainan pada komponen darah: hemoglobin < 10 g/100 dl, hematokrit < 30 g%, kelainan perdarahan dan pembekuan (hemofilia)
d. Infeksi saluran nafas atas, asma, penyakit paru lain
e. Penyakit jantung kongenital dan didapat (MSI)
f. Multiple Allergy
g. Penyakit lain, seperti: diabetes melitus dan penyulit metabolik lain, hipertensi dan
h. penyakit kardiovaskular obesitas, kejang demam, epilepsi


L. Pengkajian
Riwayat kesehatan yang bergubungan dengan faktor pendukung terjadinya tonsilitis serta bio- psiko- sosio- spiritual.
a. Peredaradan darah
Palpitasi, sakit kepala pada saat melakukan perubahan posisi, penurunan tekanan darah, bradikardi, tubuh teraba dingin, ekstrimitas tampak pucat.
b. Eliminasi
Perubahan pola eliminasi (inkontinensia uri/ alvi), distensi abdomen, menghilangnya bising usus.
c. Aktivitas/ istirahat
Terdapat penurunan aktivitas karena kelemahan tubuh, kehilangan sensasi atau parese/ plegia, mudah lelah, sulit dalam beristirahat karena kejang otot atau spasme dan nyeri. Menurunnya tingkat kesadaran, menurunnya kekuatan otot, kelemahan tubuh secara umum.
d. Nutrisi dan cairan
Anoreksia, mual muntah akibat peningkatan TIK (tekanan intra kranial), gangguan menelan, dan kehilangan sensasi pada lidah.
e. Persarafan
Pusing/ syncope, nyeri kepala, menurunnya luas lapang pandang/ pandangan kabur, menurunnya sensasi raba terutama pada daerah muka dan ekstrimitas. Status mental koma, kelmahan pada ekstrimitas, paralise otot wajah, afasia, pupil dilatasi, penurunan pendengaran.
f. Kenyamanan
Ekspresi wajah yang tegang, nyeri kepala, gelisah.
g. Pernafasan
Nafas yang memendek, ketidakmampuan dalam bernafas, apnea, timbulnya periode apnea dalam pola nafas.
h. Keamanan
Fluktuasi dari suhu dalam ruangan.
i. Psikolgis
Denial, tidak percaya, kesedihan yang mendalam, takut, cemas.

M. Masalah dan rencana tindakan keperawatan
1. Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan kerusakan jaringan atau trauma pada pusat pernafasan
Tujuan: Pasien menunjukkan kemampuan dalam melakukan pernafasan secara adekuat dengan memperlihatkan hasil blood gas yang stabil dan baik serta hilangnya tanda-tanda distress pernafasan.
Rencana tindakan:
a. Bebaskan jalan nafas secara paten (pertahankan posisi kepala dalam keadaan sejajar dengan tulang belakang/ sesuai indikasi).
b. Lakukan suction jika di perlukan.
c. Kaji fungsi sistem pernafasan.
d. Kaji kemampuan pasien dalam melakukan batuk/ usaha mengeluarkan sekret.
e. Observasi tanda-tanda vital sebelum dan sesudah melakukan tindakan.
f. Observasi tanda-tanda adanya ditress pernafasan (kulit menjadi pucat/ cyanosis).
g. Kolaborasi dengan terapist dalam pemberian fisoterapi.

2. Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan kelemahan neuromuskuler pada ekstrimitas.
Tujuan: Pasien menunjukan adanya peningkatan kemampuan dalam melakukan aktivitas fisik.
Rencana tindakan:
a. Kaji kemampuan pasien dalam melakukan aktivitas.
b. Ajarkan pada pasien tentang rentang gerak yang masih dapat di lakukan.
c. Lakukan latihan secara aktif dan pasif pada akstrimitas untuk mencegah kekakuan otot dan atrofi.
d. Anjurkan pasien untuk mengambil posisi yang lurus.
e. Bantu pasien secara bertahap dalam melakukan ROM sesuai kemampuan.
f. Kolaborasi dalam pemberian antispamodic atau relaxant jika di perlukan.
g. Observasi kemampuan pasien dalam melakukan aktivitas

3. Penurunan perfusi jaringan otak berhubungan dengan edema cerebri, perdarahan pada otak.
Tujuan: Pasien menunjukan adanya peningkatan kesadaran, kognitif dan fungsi sensori.
Rencana tindakan:
a. Kaji status neurologis dan catat perubahannya.
b. Berikan pasien posisi terlentang.
c. Kolaborasi dalam pemberian O2.
d. Observasi tingkat kesadaran, tanda vital.

4. Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan adanya trauma secara fisik
Tujuan: Pasien mengungkapkan nyeri sudah berkurang dan menunjukkan suatu keadaan yang relaks dan tenang.
Rencana tindakan:
a. Kaji tingkat atau derajat nyeri yang di rasakan oleh pasien dengan menggunakan skala.
b. Bantu pasien dalam mencarai faktor presipitasi dari nyeri yang di rasakan.
c. Ciptakan lingkungan yang tenang.
d. Ajarkan dan demontrasikan ke pasien tentang beberapa cara dalam melakukan tehnik relaksasi.
e. Kolaborasi dalam pemberian sesuai indikasi.

5. Kerusakan komunikasi verbal berhubungan dengan efek dari kerusakan pada area bicara pada himisfer otak.
Tujuan: Pasien mampu melakukan komunikasi untuk memenuhi kebutuhan dasarnya dan menunjukan peningkatan kemampuan dalam melakukan komunikasi.
Rencana tindakan:
a. Lakukan komunkasi dengan pasien (sering tetapi pendek serta mudah di pahami).
b. Ciptakan suatu suasana penerimaan terhadap perubahan yang dialami pasien.
c. Ajarkan pada pasien untuk memperbaiki tehnik berkomunikasi.
d. Pergunakan tehnik komunikasi non verbal.
e. Kolaborasi dalam pelaksanaan terapi wicara.
f. Observasi kemampuan pasien dalam melakukan komunikasi baik verbal maupun non verbal.

6. Perubahan konsep diri berhubungan dengan perubahan persepsi.
Tujuan: Pasien menunjukan peningkatan kemampuan dalam menerima keadaan nya.
Rencana tindakan:
a. Kaji pasien terhadap derajat perubahan konsep diri.
b. Dampingi dan dengarkan keluhan pasien.
c. Beri dukungan terhadap tindakan yang bersifat positif.
d. Kaji kemampuan pasien dalam beristirahat (tidur).
e. Observasi kemampuan pasien dalam menerima keadaanya.
7. Perubahan pola eliminasi defekasi dan uri berhubungan dengan an inervasi pada bladder dan rectum.
Tujuan: Pasien menunjukkan kemampuan dalam melakukan eliminasi (defekasi/ uri) secara normal sesuai dengan kebiasaan pasien.
Rencana tindakan:
a. Kaji pola eliminasi pasien sebelum dan saat di lakukan pengkajian.
b. Auskultasi bising usus dan distensi abdomen.
c. Pertahankan porsi minum 2-3 liter perhari (sesuai indikasi).
d. Kaji/ palpasi distensi dari bladder.
e. Lakukan bladder training sesuai indikasi.
f. Bantu/ lakukan pengeluaran feces secara manual.
g. Kolaborasi dalam(pemberian gliserin, pemasangan dower katheter dan pemberian obat sesuai indikasi).

8. Resiko terjadinya kerusakan integritas kulit berhubungan dengan sirkulasi perifer yang tidak adekuat, adanya edema, imobilisasi.
Tujuan: Tidak terjadi kerusakan integritas kulit (dikubitus).
Rencana tindakan:
a. Kaji keadaan kulit dan lokasi yang biasanya terjadi luka atau lecet.
b. Anjurkan pada keluarga agar menjaga keadan kulit tetap kering dan bersih.
c. Ganti posisi tiap 2 jam sekali.
d. Rapikan alas tidur agar tidak terlipat.

9. Resiko terjadinya ketidakpatuhan terhadap penatalaksanaan yang berhubungan dengan kurangnya informasi.
Tujuan: Pasien menunjukan kemauan untuk melakukan kegiatan penatalak- sanaan.
a. Identifikasi faktor yang dapat menimbulkan ketidak patuhan terhadap penatalaksanaan.
b. Diskusikan dengan pasien cara-cara untuk mengatasi faktor penghambat tersebut.
c. Jelaskan pada pasien akibat dari ketidak patuhan terhadap penatalaksanaan.
d. Libatkan keluarga dalam penyuluhan.
e. Anjurkan pada pasien untuk melakukan kontrol secara teratur.

Pengkajian
• Palpitasi
• Sakit kepala
• Tekanan darah turun
• Takikardi
• Tubuh teraba dingin
• Ekstremitas pucat
• Distensi abdomen
• Menghilangnya bising usus
• Mual, muntah
• Tekanan intra cranial meningkat
• Gangguan menelan
• Sensasi raba menurun
• Status mental coma
• Pupil dilatasi
• Tegang, gelisah
• Ketidakmampuan dalam bernafas
• Fluktuasi suhu
• Tadak percaya, sedih, takut, cemas
• Menurunnya aktivitas
• Kehilangan sensasi
• Mudah lelah
• Sulit beristirahat
• Kejang otot dan nyeri
• Tingkat kesadaran menurun
• Kekuatan otot menurun
• Dioreksia
• Sensasi di lidah menurun
• Pusing
• Luas lapang pandang menurun
• Kelemahan ekstremitas
• Akafasia
• Penurunan pendengaran
• Nafas pendek
• Apneu
• Denial


Analisa data

No Sign Problem etiologi
1 Sulit berbicara
Nafas pendek
Sulit istirahat Ketidakefektifan jalan nafas infeksi
2 Pupil melebar
Lemah
Sulit beristirahat
Cemas
Takut
Kelelahan
Penurunan lapang pandang Kecemasan (anxiety) Perubahan status kesehatan


Diagnose keperawatan
1. Ketidakefektifan jalan nafas yang berhubungan dengan infeksi
2. Kecemasan (anxiety) yang berhubungan dengan perubahan status kesehatan

NIC (Rencana intervensi)
1. Ketidakefektifan jalan nafas
NIC : airways management

• Buka jalan nafas menggunakan teknik mengangkat dagu atau teknik dorong rahang, jika diizinkan
• Posisikan pasien untuk memaksimalkan ventilasi
• Identifikasikan pasien sebagai sarat actual a/ menetapkan jalan nafas yang patensial
• Dorong dengan lambat, nafas dalam, dan batukkan
• Auskultasi suara nafas
• Posisikan pasien untuk menghilangkan dispneu

2. Anxiety
NIC : Anxiety reduction

• Observasi tanda verbal dan non verbal dari tanda kecemasan
• Mendengarkan dengan penuh perhatian
• Menyediakan obat untuk mengurangi kecemasan
• Tinggal dengan pasien untuk keamanan dan mengurangi ketakutan
• Menganjurkan keluarga untuk tinggal dengan pasien
• Buat suasana untuk menciptakan kepercayaan

Tidak ada komentar:

Posting Komentar