Assalamualaikum.....

Terimakasih telah mengunjungi situs ini, semoga materi-materi yang terdapat di dalamnya dapat bermanfaat untuk kita semua....
Amin ya robbal alamin.....

Rio Cool

Rio Cool
Handsome Boy
Powered By Blogger

Selasa, 09 Februari 2010

AKUT MIOKARD INFAK (AMI)

Definisi
Akut Miokard Infark adalah penyakit jantung yang disebabkan oleh karena sumbatan pada arteri koroner (Hudak & Galo:1997).Sumbatan akut terjadi oleh karena adanya aterosklerotik pada dinding arteri koroner sehingga menyumbat aliran darah ke jaringan otot jantung.
Aterosklerotik adalah suatu penyakit pada arteri-arteri besar-besar dan sedang dimana lesi lemak yang disebut plekateromatosa timbul pada permukaan dalam dinding arteri sehingga mempersempit bahkan menyumbat suplai aliran darah ke arteri bagian distal (Hudak & Gallo ; 1997).
Plak timbul dari konsentrasi kolesterol yang tinggi dalam plasma darah dalam bentuk lipoprotein dengan densitas rendah (LDL) kemudian terjadi penimbunan kristal kolesterol yang kecil dalam intima dan otot polos yang terletak dibawahnya. Lama-lama kristal berkembang lebih besar dan bersatu membentuk kristal anyaman seperti kasus yang besar ( large mat-like beds of crystals). Timbulnya timbunan itu merangsang pembentukan jaringan fibrosa yang berproliperasi membentuk plak yang makin lama makin membesar sehingga dapat mempersempit diameter arteri. Selanjutnya garam kalsium sering mengendap bersama dengan kolesterol dan lipid sehingga menimbulkan kalsifikasi sekeras tulang sehingga arteri menjadin kaku.
Arteri yang mengalami aterosklerotik kehilangan sebagian besar distensibilitasnya dan karena dinding pembuluh arteri berdegenerasi maka mudah menjadi rupture. Selain itu timbunan aterosklerotik permukaannya kasar sehingga merangsang trombosit dan benang-benang fibrin melekat pada permukaan dan membentuk bekuan darah akibatnya terbentuklah gumpalan bekuan darah yang disebut thrombus. Apabila thrombus ini lepas kemudian mengalir ke arteri-arteri bagian distal maka akan menyumbat total aliran darah. Thrombus yang mengalir di sepanjang arteri kemudian menyumbat pembuluh arteri kemudian menyumbat pembuluh arteri disebut embolus.
Adanya aterosklerotik juga mengakibatkan iritasi otot polos dinding arteri oleh ujung-ujung plak ateruisklerotik sehingga merangsang terjadinya spasme dinding arteri dan menimbulkan pelepasan thrombus.
Fatofisiologi terjadinya infark
Thrombus menyumbat aliran darah arteri koroner suplai nutrisi da O2 kebagian distal terhambat sel otot jantung bagian distal mengalami hipoksia iskemik infark serat otot menggunakan sisa akhir oksigen dalam darah hemoglobin menjadi teroduksi secara total dan menjadi berwarna biru gelap dinding arteri menjadi permeable edmatosa sel sel mati.
Infark berdasarkan ukuran dan lokasi :
1.Infark Transmural
Kematian jaringan pada semua lapisan miokard
2.Infark Subendokardial
Kematian jaringan pada lapisan epikardium
Mekanisme nyeri pada AMI
Sumbatan arteri koroner oleh thrombus suplai aliran darah sebagian distal terhambat hipoksia jaringan energi sel otot menggunakan metabolisme C2 (metabolisme anaerob) menghasilkan asam laktat dan juga merangsang pengeluaran zat – zat iritataif lainnya : histamine, kinin, atau enzim proteolitik selular ujung-ujung syaraf reseptor nyeri di otot jantung impuls nyeri dihantarkan melalui serat saraf aferen simpatis thalamus korteks serebri serat saraf eferen dipersepsikan nyeri.

PERANGSANG SYARAF SIMPATIS YANG BERLEBIHAN AKAN MENYEBABKAN:
1.Meningkatkan kerja jantung demgan menstimulasi SA nodus sehingga menghasilkan frekuensi denyut jantung lebih dari normal takhikardi
2.Merangsang kelenjar keringat ekresi keringat yang berlebihan
3.Menekan kerja parasimpatis gerakan peristaltic menurun akumulasi cairan disaluran pencernaan regurgitasi rasa penuh dilambung merangsang pusat mual / muntah.
4.Vasokontriksi pembuluh darah perifer alir balik darah vena ke atrium kanan meningkat tekanan darah meningkat.
FAKTOR RESIKO TERJADINYA AMI (MENURUT FRAMINGHARM’S)
1.Hiperkolesterolemia > 275 mg/dl
2.Merokok sigaret > 20 batang/hari
3.Kegemukan > 120% dari berat badan ideal
4.Hipertensi > 160/90 mmHg
5.Gaya hidup monoton
FAKTOR LAIN YANG DAPAT DISEBABKAN :
1.Riwayat penyakit jantung keluarga
2.Orang dengan kepribadian tipe “A”(sangat ambisius, pandangan kompetitif, ingin serba cepat)
3.Diabetes Mellitus atau test toleransi gula abnormal
4.Jenis kelamin pria
5.Menggunakan kontrasepsi oral
6.Menopause
7.Diet kolestrol dan lemak tinggi
PENATA LAKSANAAN MEDIS
Tujuan penatalaksanaan medis adalah memperkecil kerusakan jantung sehingga mengurangi kemungkinan terjadinya komplikasi.Kerusakan jantung diperkecil dengan cara segera mengembalikan keseimbangan antara kebutuhan dan suplai oksigen jantung. Therapi obat-obatan, pemberian oksigen dan tirah baring dilakukan secara bersamaan untuk tetap mempertahankan jantung. Obat-obatan dan oksigen digunakan untuk meningkatkan suplai oksigen sementara tirah baring dilakukan untuk mengurangi kebutuhan oksigen. Hilangnya nyeri merupakan indikator utama bahwa kebutuhan dan suplai telah mencapai keseimbangan.
TANDA DAN GEJALA YANG TIMBUL PADA AMI
1.Nyeri hebat pada dada kiri menyebar ke bahu kiri, leher kiri dan lengan atas kiri
2.takikardi
3.keringat banyak sekali
4.kadang mual bahkan muntah
5.dispnea
6.pada pemeriksaan EKG
a.Fase hiper akut (beberapa jam permulaan serangan)
- elevasi yang curang dari segmen ST
- gelombang T yang tinggi dan lebar
- VAT memanjang
-gelombang Q tampak
b.Fase perkembangan penuh (1-2 hari kemudian)
- gelombang Q patologis
- Elevasi segmen ST yang cembung ke atas
- gelombang T yang terbalik (qrrowhead)
c.Fase resolusi (beberapa minggu/)
- gelombang Q patologis tetap ada
- segmen ST mungkin sudah kembali iseolektris
- gelombang T mungkin sudah kembali normal
7.Pada pemeriksaan darah (enzim jantung : CK & LDH)
a.Croatinin kinada (CK) meningkat pada 6-8 jam adalah awitan infark dan memuncak antara 24 & 28 jam pertama. Pada 2-4 hari setelah awitan AMI normal.
b.Dehidrogenase laktat (LDH) mulai tampak melihat pada serum setelah 24 jam pertama setelah awitan dan akan tinggi selama 7-10 hari.


GAGAL JANTUNG

A.DEFINISI
Congestive Heart Failure (CHF) atau gagal jantung adalah ketidakmampuan jantung untuk memompa darah yang adekuat untuk memenuhi kebutuhan kebutuhan jaringan akan oksigen dan nutrisi ( keperawatan medical bedah: 805)
B.Jenis-jenis CHF
1. Gagal jantung kiri
Gagal jantung kiri adalah keadaan dimana ventrikel kiri tidak mampu memompa darah yang datang dari paru (KMB 2: 807).
2. Gagal jantung kanan
Gagal jantung kanan adalah keadaan dimana sisi kanan jantung tidak dapat mengosongkan volume darah dengan adekuat sehingga tidak dapat mengakomodasi semua darah yang secara normal kembali dari sirkulasi vena. (KMB 2: 807)

C.ETIOLOGI
Setiap penyakit yang mempengaruhi jantung dan sirkulasi darah dapat menyebabkan gagal jantung. Beberapa penyakit dapat mengenai otot jantung dan mempengaruhi kemampuannya untuk berkontraksi dan memompa darah.
1.Penyebab paling sering adalah penyakit arteri koroner, yang menyebabkan berkurangnya aliran darah ke otot jantung dan bisa menyebabkan suatu serangan jantung.
2.Kerusakan otot jantung bisa disebabkan oleh:
a.Miokarditis (infeksi otot jantung karena bakteri, virus atau mikroorganisme lainnya)
b.Diabetes
c.Kelenjar tiroid yang terlalu aktif
d.Kegemukan (obesitas).
3.Penyakit katup jantung bisa menyumbat aliran darah diantara ruang-ruang jantung atau diantara jantung dan arteri utama.
Selain itu, kebocoran katup jantung bisa menyebabkan darah mengalir balik ke tempat asalnya. Keadaan ini akan meningkatkan beban kerja otot jantung, yang pada akhirnya bisa melemahkan kekuatan kontraksi jantung.
4.Penyakit lainnya secara primer menyerang sistem konduksi listrik jantung dan menyebabkan denyut jantung yang lambat, cepat atau tidak teratur, sehingga tidak mampu memompa darah secara efektif. Jika jantung harus bekerja ekstra keras untuk jangka waktu yang lama, maka otot-ototnya akan membesar; sama halnya dengan yang terjadi pada otot lengan setelah beberapa bulan melakukan latihan beban. Pada awalnya, pembesaran ini memungkinkan jantung untuk berkontraksi lebih kuat; tetapi akhirnya jantung yang membesar bisa menyebabkan berkurangnya kemampuan memompa jantung dan terjadilah gagal jantung.
5.Tekanan darah tinggi (hipertensi) bisa menyebabkan jantung bekerja lebih berat. Jantung juga bekerja lebih berat jika harus mendorong darah melalui jalan keluar yang menyempit (biasanya penyempitan katup aorta).
6.Penyebab yang lain adalah kekakuan pada perikardium (lapisan tipis dan transparan yang menutupi jantung). Kekakuan ini menghalangi pengembangan jantung yang maksimal sehingga pengisian jantung juga menjadi tidak maksimal.
7.Penyebab lain yang lebih jarang adalah penyakit pada bagian tubuh yang lain, yang menyebabkan meningkatnya kebutuhan akan oksigen dan zat-zat makanan, sehingga jatnung yang normalpun tidak mampu memenuhi peningkatan kebutuhan tersebut dan terjadilah gagal jantung.

D.PATOFISIOLOGI
Kelainan fungi otot jantung disebabkan karena aterosklerosis koroner, hipertensi arterial dan penyakit otot degeneratif atau inflamasi.
È
Aterosklerosis koroner
È
Disfungsi miokardium karena terganggunya aliran darah ke otot jantung
È
Terjadi hipoksia dan asidosis (akibat penumpukan asam laktat).
È
Infark miokardium
È
Hipertensi sistemik atau pulmonal (peningkatan afterload)
È
Meningkatkan beban kerja jantung
È
Hipertrofi serabut otot jantung sebagai mekanisme kompensasi karena akan meningkatkan kontraktilitas jantung
È
Hipertrofi otot jantung tadi tidak dapat berfungsi secara normal
È
Akan terjadi gagal jantung.
E.TANDA DAN GEJALA GAGAL JANTUNG
1.Penderita gagal jantung yang tidak terkompensasi akan merasakan lelah dan lemah jika melakukan aktivitas fisik karena otot-ototnya tidak mendapatkan jumlah darah yang cukup.
2.Gagal jantung kanan cenderung mengakibatkan pengumpulan darah yang mengalir ke bagian kanan jantung. Hal ini menyebabkan pembengkakan di kaki, pergelangan kaki, tungkai, hati dan perut.
3.Gagal jantung kiri menyebabkan pengumpulan cairan di dalam paru-paru (edema pulmoner), yang menyebabkan sesak nafas yang hebat. Pada awalnya sesak nafas hanya terjadi pada saat melakukan aktivitas; tetapi sejalan dengan memburuknya penyakit, sesak nafas juga akan timbul pada saat penderita tidak melakukan aktivitas. Kadang sesak nafas terjadi pada malam hari ketika penderita sedang berbaring, karena cairan bergerak ke dalam paru-paru.
4.Penderita sering terbangun dan bangkit untuk menarik nafas atau mengeluarkan bunyimengi.

G.DIAGNOSA
1.Diagnosis biasanya ditegakkan berdasarkan gejala-gejala yang terjadi. Untuk memperkuat diagnosis dilakukan pemeriksaan fisik, yang biasanya menunjukkan:
denyut nadi yang lemah dan cepat
tekanan darah menurun
bunyi jantung abnormal
pembesaran jantung
pembengkakan vena leher
cairan di dalam paru-paru
pembesaran hati
penambahan berat badan yang cepat
pembengkakan perut atau tungkai.
2.Foto rontgen dada bisa menunjukkan adanya pembesaran jantung dan pengumpulan cairan di dalam paru-paru.
3.Kinerja jantung seringkali dinilai melalui pemeriksaan ekokardiografi (menggunakan gelombang suara untuk menggambarkan jantung) dan elektrokardiografi (menilai aktivitas listrik dari jantung).
4.Pemeriksaan lainnya bisa dilakukan untuk menentukan penyakit penyebab gagal jantung.

H.PENGOBATAN
Pengobatan dilakukan agar penderita merasa lebih nyaman dalam melakukan berbagai aktivitas fisik, dan bisa memperbaiki kualitas hidup serta meningkatkan harapan hidupnya. Pendekatannya dilakukan melalui 3 segi, yaitu mengobati penyakit penyebab gagal jantung, menghilangkan faktor-faktor yang bisa memperburuk gagal jantung dan mengobati gagal jantung.
MENGOBATI PENYEBAB GAGAL JANTUNG
1.Pembedahan bisa dilakukan untuk:
memperbaiki penyempitan atau kebocoran pada katup jantung
memperbaiki hubungan abnormal diantara ruang-ruang jantung
memperbaiki penyumpatan arteri koroner
2.Pemberian antibiotik untuk mengatasi infeksi.
3.Kombinasi obat-obatan, pembedahan dan terapi penyinaran terhadap kelenjar tiroid yang terlalu aktif.
4.Pemberian obat anti-hipertensi.
MENGHILANGKAN FAKTOR YANG MEMPERBURUK GAGAL JANTUNG
1.Merokok, garam, kelebihan berat badan dan alkohol akan memperburuk gagal jantung.
2.Dianjurkan untuk berhenti merokok, melakukan perubahan pola makan, berhenti minum alkohol atau melakukan olah raga secara teratur untuk memperbaiki kondisi tubuh secara keseluruhan.
3.Untuk penderita gagal jantung yang berat, tirah baring selama beberapa hari merupakan bagian penting dari pengobatan.
4.Penggunaan garam yang berlebihan dalam makanan sehari-hari bisa menyebabkan penimbunan cairan yang akan menghalangi pengobatan medis.
5.Jumlah natrium dalam tubuh bisa dikurangi dengan membatasi pemakaian garam dapur, garam dalam masakan dan makanan yang asin.
6.Penderita gagal jantung yang berat biasanya akan mendapatkan keterangan terperinci mengenai jumlah asupan garam yang masih diperbolehkan.
7.Cara yang sederhana dan dapat dipercaya untuk mengetahui adanya penimbunan cairan dalam tubuh adalah dengan menimbang berat badan setiap hari. Kenaikan lebih dari 1 kg/hari hampir dapat dipastikan disebabkan oleh penimbunan cairan. Penambahan berat badan yang cepat dan terus menerus merupakan petunjuk dari memburuknya gagal jantung. Karena itu penderita gagal jantung diharuskan menimbang berat badannya setepat mungkin setiap hari, terutama pada pagi hari , setelah berkemih dan sebelum sarapan. Timbangan yang digunakan harus sama, jumlah pakaian yang digunakan relatif sama dan dibuat catatan tertulis.
MENGOBATI GAGAL JANTUNG.
Pengobatan terbaik untuk gagal jantung adalah pencegahan atau pengobatan dini terhadap penyebabnya.
1.Diuretik untuk menambah pembentukan air kemih dan membuang natrium dan air dari tubuh melalui ginjal. Pemberian diuretik sering disertai dengan pemberian tambahan kalium, karena diuretik tertentu menyebabkan hilangnya kalium dari tubuh; atau bisa digunakan diuretik hemat kalium.
2.Digoxin meningkatkan kekuatan setiap denyut jantung dan memperlambat denyut jantung yang terlalu cepat.
3.Ketidakteraturan irama jantung (aritmia, dimana denyut jantung terlalu cepat, terlalu lambat atau tidak teratur), bisa diatasi dengan obat atau dengan alat pacu jantung buatan.
4.Vasodilator yang paling banyak digunakan adalah ACE-inhibitor (angiotensin converting enzyme inhibitor). Obat ini tidak hanya meringankan gejala tetapi juga memperpanjang harapan hidup penderita. ACE-inhibitor melebarkan arteri dan vena; sedangkan obat terdahulu hanya melebarkan vena saja atau arteri saja (misalnya nitroglycerin hanya melebarkan vena, hydralazine hanya melebarkan arteri).
5.Antikoagulan untuk membantu mencegah pembentukan bekuan dalam ruang-ruang jantung.
6.Milrinone dan amrinone menyebabkan pelebaran arteri dan vena, dan juga meningkatkan kekuatan jantung. Obat baru ini hanya digunakan dalam jangka pendek pada penderita yang dipantau secara ketat di rumah sakit, karena bisa menyebabkan ketidakteraturan irama jantung yang berbahaya.
7.Pencangkokan jantung dianjurkan pada penderita yang tidak memberikan respon terhadap pemberian obat.
8.Kardiomioplasti merupakan pembedahan dimana sejumlah besar otot diambil dari punggung penderita dan dibungkuskan di sekeliling jantung, kemudian dirangsang dengan alat pacu jantung buatan supaya berkontraksi secara teratur.
9.Jika pengobatan diatas gagal, pernafasan penderita dibantu dengan mesin ventilator.
10.Kadang dipasang torniket pada 3 dari keempat anggota gerak penderita untuk menahan darah sementara waktu, sehingga mengurangi volume darah yang kembali ke jantung. Torniket ini dipasang secara bergantian pada setiap anggota gerak setiap 10-20 menit untuk menghindari cedera.
11.Pemberian morfin dimaksudkan untuk:
mengurangi kecemasan yang biasanya menyertai edema pulmoner akut
mengurangi laju pernafasan
memperlambat denyut jantung
mengurangi beban kerja jantung.
I.PEMERIKSAAN PENUNJANG
Tes laboraturium
Enzim jantung, untuk mendiagnosa infak miokard
Kimia darah meliputi : profil lemak, elektrolit serum : natrium serum, kalsium. kalium serum, nitrogen urea darah, glukosa.
Sinar X dada dan fluoroskopi, untik memnentukan ukuran, kontur dan posisi jantung, pada pemeriksaan ini dapat memperlihatkan adanya klasifikasi jantung dan perikardial dan menunjukan adanya perubahan fisiologis sirkulasi pulmonal, pemeriksaan fluoroskopi dapat memberikan gambaran fisual jantung pada luminiscent x-rayscreen, dan memperlihatkan denyut dan jantung dan pembuluh darah, dan mengkaji kontur jantung yang tidak normal.
Elekrokardiogram, mencerminkan aktivitas listrik jantung yang disadap dari berbagai sudut dari permukaan kulit tertoleransi latihan, untuk mengkaji berbagai aspek fungsi jantung
Kateterisasi jantung mengukur tekanan dalam berbagai kamal jantung dan untujk menentukan saturasi oksigen dalam darah
Angiografi, untuk menggambarkan jantung dan pembuluh darah
Ekokardigrafi, digunakan untuk memeriksaan ukuran, bentuk dan pergerakan stujtur jantung.
Tes elektrofisiologi, untuk mencatat aktivitas listrik jantung selama irama sinus dan disritmia
Pemantauan tekanan vena sentral, merupakan gambaran penekanan pengisian ventrikel kanan dan menunjukan kemampuan sisi kanan jantung dalam mengatur beban cairan
Pemantauan tekanan arteri pulmonal, untuk mengukur dan menghitung berbagai tekanan intrakardiak sisi kanan dan kiri secara efektif
Pemantauan tekanan arteri sistemik, digunakan untuk memperoleh tekanan darah langsung dan berkesinambungan pada pasien yang menderita tekanan darah sangat tinggi atau hipotensi.(Keperawatan Medikal Bedah 2:740-749 )
PENATALAKSANAAN DIET
Kontrol Kolesterol
1.Ukuran penyajian harus dicantumkan dalam ukuran rumah tangga
2.Kalori total dari lemak persaji
3.Persentase kadar lemak harian
4.Dianjurkan untuk makan makanan yang berserat yang larut dalam air
Diet rendah garam
Pembatasan natrium
1.Diet rendah garam I(200-400mgNa)
2.Diet rendah garam II(600-800mgNa)
3.Diet rendah garam III(1000-1200mgNa)
Anamnesis dan Pemeriksaan Fisik
Untuk menegakkan diagnosis kelainan jantung diperlukan 5 pemeriksaan dasar sbb :
Anamnesis
Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan elektrokardiografi
Pemeriksaan radiologi
Pemeriksaan ekokardiografi
Untuk memperjelas hemodinamik dan patologi anatomi kelainan jantung perlu ditambah 2 pemeriksaan:
Kateterisasi
Angikardiografi
Anamnesis
Memberi kepada pemeriksa :
Informasi tentang diagnosis
Informasi tentang derajat kelainan dan penyakit
Informasi tentang etiologi
Informasi tentang interaksi kelainan jantung anak dan keluarganya
Informasi mengarah ke Diagnosis
Riwayat artritis yang berpindah-pindah pada anak besar, sesak nafas, berdebar-debar, demam  Demam Rematik
Demam tidak tinggi berminggu-minggu dengan penyakit struktural  Endokarditis infektif
Gagal jantung dalam 10 hari pasca lahir hampir selalu obstruksi jantung kiri  Koartasio Aorta, Atresia Aorta
Informasi Derajat Kelainan
Derajat gangguan pertumbuhan, sianosis, berkurangnya toleransi latihan, kekerapan infeksi saluran nafas berulang, komplikasi neurologis  petunjuk beratnya kelainan.
Informasi tentang Eiologi
Riwayat keluarga : ada kencendrungan familial baik penyakit jantung bawaan maupun didapat.
Penyakit pada keluarga : DM, HT, riwayat kehamilan
Pemeriksaan Fisik
Merupakan bagian integral pemeriksaan fisik pediatrik
Penting pemeriksaan secara sistematis
Anak besar seperti orang dewasa
Bayi tidur terlebih dahulu baru dilakukan pemerikasaan auskultasi.
Pola Pertumbuhan Anak
Setiap pasien perlu diukur TB, BB, Lingkar Kepala, LLA
TB mungkin terhambat, BB pasien lebih terhambat.
Keadaan umum penting : dismorfia, wajah yang khas, kesan penampakan sakit, pucat, sianosis atau distress
Terdapat Kelainan Bawaan Tertentu
Beberapa sindrom yang sering disertai penyakit jantung bawaan :
Down (Trisomi 21)  DSV, DSA
Trisomi 17-18 dan 13-15  DSV
Turner (XO)  Koartasio Aorta
Turner lelaki (XO) dan mosaik  PS
Rubella  PDA, PS, stenosis cabang a pulmonalis perifer
Pemeriksaan Nadi
Pemeriksaan ini harus dilakukan pada keempat ekstremitas :
A. radialis (A. Brachialis pada bayi)
Kedua A. Dorsalis pedis (A. Femoralis pada bayi)
Frekuensi nadi normal bervariasi
Takikardi sinus oleh karena aktivitas fisis, emosi, anemia, gagal jantung
Pengukuran Tekanan Darah
Pengukuran ini sangat penting.
TD ini diukur dike-4 ekstremitas.
Dianjurkan memilih lengan kanan.
Manset sesuai dengan lebar 2/3 – ¾ panjang lengan atas atau tungkai atas.
Berbaring terlentang atau duduk reservoir air raksa setinggi jantung.
Pemeriksaan Jantung
Inspeksi : asimetri dada
Palpasi : perabaan halus dengan ujung jari atau telapak tangan  thrill, pulmonary tapping (detak pulmonal) pada PH, anak kurus.
Perkusi penting pada orang dewasa , pada anak dan bayi tidak memberikan informasi yang akurat
Auskultasi : harus sabar dan cermat
Pada neonatus auskultasi berulang-ulang
Menggunakan stetoskop sendiri
Bunyi Jantung
Bunyi jantung berhubungan dengan pembukaan dan penutupan katup jantung.
Terdapat 4 bunyi jantung : BJ I, II, III, IV.
BJ I  penutupan katup mitral dan trikuspid
Normal : mitral mendahului trikuspid
Karakteristik : bersamaan dengan iktus kordis, bersamaan dengan denyut karotis, terdengar paling keras di apex (pada bayi dan anak kecil BJ I tunggal), frekuensi jantung lambat jarak BJ I dan II, lebih pendek pada jarak BJ II dan I.
BJ I mengeras pada : peningkatan arus pada katup AV, pada stenosis katup AV, pada keadaan interval P-R yang pendek, keadaan peningkatan curah jantung.
BJ II  akibat penutupan katup aorta dan katup pulmonal
Terdapat 3 hal yang harus diidentifikasi pada BJ II :
Intensitas
Lebar split
Variasi split pada respirasi
BJ III
Bernada rendah, harus didengar dengan sisi sungkup stetoskop.
Apabila gagal jantung, BJ III keras sehingga terdengar irama gallop.
BJ IV  terjadi bersamaan dengan kontraksi atrium
Bunyi terjadi sesaat sebelum BJ I
Selalu patologis
BJ IV bernada rendah, BJ I bernada tinggi
Bising jantung
Penetapan bising jantung pada bayi dan anak sangat penting.
Bising jantung harus dideskripsi :
Waktu terdengar bising pada siklus jantung
Bentuk (kontour) bising jantung
Intensitas bising
Pungtum maksimum
Penjalarannya
Tinggi nada
Kualitas
Perubahan intensitas pada perubahan posisi
Bising sistolik
Terdengar antara BJ I dan BJ II tdd : Bising pansistolik
Bising sistolik dini
Bising sistolik akhir
Derajat bising :
Bising terlemah : pemeriksa berpengalaman
Bising yang lemah tapi mudah didengar, penalaran minimal
Bising cukup keras, tidak disertai getaran bising, penjalaran sedang
Bising keras, disertai penjalaran luas
Bising keras dapat didengar meski stetoskop hanya menempel sebagian pada dinding dada
Bising yang terdengar meski stetoskop diangkat 1 cm dr dinding dada
Elektrokardiografi
EKG  pencatatan aktifitas jantung atas dasar perbedaan potensial listrik
Berguna untuk :
Menentukan hipertrofi
Menentukan terdapat gangguan miokard
Membantu diagnosis spesifik disritmia
Membantu diagnosis perikarditis / efusi pericard
Mengetahui efek pelbagai obat terhadap kardiovaskular
Menentukan terdapat gangguan metabolik atau elektrolit
Ada 12 hantaran yang perlu dicatat pada EKG : I, II, III, aVR, aVL, aVF, V1, V2, V3, V4, V5, V6.
V3R dan V4R disebut hantaran dada kanan penting untuk menggambarkan keadaan ventrikel kanan.
Kertas Elektrokardiografi
Dicatat pada kertas khusus dengan kertas grafik garis horizontal dan vertikal.
Setiap kotak kecil ukuran 1×1 mm, kotak besar 5×5 mm, kecepatan kertas diatur 25 mm/detik atau 50 mm/detik.
Tiap kotak vertikal setinggi 10 mm  1 mV.
1 kotak kecil horizontal waktu0,04 detik apabila kecepatan kertas 25mm/dtk.
Radiologi
Menempati tempat penting, manfaat :
Menentukan ukuran jantung dan pembesaran jantung
Mendeteksi bentuk jantung
Status vaskularisasi paru
Terdapat kelainan parenkim paru serta struktur ekstrakardiak lain
Tekhnik pemeriksaan  posisi Postero-Anterior (PA). Kadang perlu lateral dan oblik
Penilaian foto dada mencakup :
Struktur kardiovaskuler
Posisi jantung dan organ lain
Ukuran dan bentuk jantung
Vaskularisasi paru
Struktur ekstrakardiak : dinding thorax, diaprahma, parenkim paru
Pada foto PA batas kiri jantung dari superior ke inferior : A pulmonalis, apendiks atrium kiri, serta ventrikel kiri
Batas kanan jantung vena kava superior di atas dan atrium kanan di bawah.
Ventrikel kanan di depan, atrium kiri terletak di belakang tidak tampak pada foto PA.
Ukuran jantung dinyatakan dengan Rasio Jantung Thoraks (RJT).
Umumnya RJT <>tidak ada kardiomegali
Dipengaruhi umur
Anak besar RJT > 50  kardiomegali
Bentuk jantung
TF ( bentuk jantung seperti sepatu, besar jantung normal, segmen pulmonal cekung, aorta besar, apeks terangkat
TGA ( egg on side heart
TAPVD ( manusia salju, angka 8 atau 3
Anomali Ebstein ( jantung sangat besar, bulat
Ekokardiografi
Tehnik pemeriksaan USG untuk jantung serta pembuluh darah besar.
Ada 2 jenis pemeriksaan : M mode, B mode
Tehnik Doppler dan Doppler berwarna
Manfaat :
Menegakkan diagnosis kelainan struktural jantung
Menetapkan derajat kelainan
Menyingkirkan kelainan penyerta
Mengevaluasi fungsi KV
Mengevaluasi pasien pra bedah
Mengevaluasi hasil terapi medik
Mengevaluasi hasil terapi bedah
Menilai keterlibatan KV penyakit lain
Ekokardiografi M-Mode
Merupakan tayangan refleksi gelombang USG dari pelbagai kedalaman pada sumbu vertikal dan waktu sebagai sumbu horizontal.
Ideal untuk pelbagai dimensi ruang jantung dan pembuluh darah.
Transduser pada anak 2,5 – 5 megahertz.
M mode standart potongan setinggi aorta, atrium kiri setinggi rongga ventrikel kiri dan setinggi ujung katup mitral.
Kateterisasi Jantung Dan Angiokardiografi
Adalah pemeriksaan jantung invasif dengan memasukkan kateter khusus yang menembus kulit dan jaringan lunak ke dalam pembuluh darah tepi yang besar untuk mencapai ruang jantung dan pembuluh darah besar.
Indikasi :
Ada atau tidaknya kelainan jantung
Jenis kelainan jantung
Derajat kelainan
Cara pengobatan yang tepat untuk kelainan jantung yang ada
Hasil pengobatan yang diberikan
Kontraindikasi :
Ventrikel iritable
Hipokalemia
Hipertensi yang tidak dapat dikoreksi
Penyakit demam berulang
Gagal jantung dengan edema paru
Gangguan pembekuan
Gagal ginjal hebat
Alergi kontras
Resiko dan penyulit kateterisasi jantung :
Demem ringan 4 – 8 jam pasca tindakan
Hematoma pada tempat punksi
Oklusi sementara
Kehilangan banyak darah
Hipotermi, hipoglikemi dan hipoksia
Tromboemboli udara/bekuan darah
Tehknik kateterisasi :
Dilakukan diruang khusus
Terdapat alat rontgen, pemantauan, dan pengukuran saturasi
Kateterisasi jantung kanan
Kateterisasi jantung kiri
Kateterisasi Jantung Kanan
Dapat memeriksa keadaan vena kava superior dan inferior, atrium kanan, ventrikel kanan.
V femoralis  V iliaka  V kava inferior  atrium kanan  ventrikel kanan  A pulmonalis kanan/kiri.
Kateterisasi Jantung Kiri
A,femoralis  aorta abdominalis  aorta torakalis  arkus aorta  valvula semilunaris aorta  ventrikel kiri.
Pada waktu kateter masuk ketempat tertentu seperti atrium,ventrikel,a.pulmonalis,cabang2 a.pulmonalis diukur tekanan dan saturasinya.Mail (required) (hidden) Website

BATUK EFEKTIF DAN NAPAS DALAM

Pengertian
Batuk efektif : merupakan suatu metode batuk dengan benar, dimana klien dapat menghemat energi sehingga tidak mudah lelah dan dapat mengeluarkan dahak secara maksimal.

Tujuan:

Batuk efektif dan napas dalam merupakan teknik batuk efektif yang menekankan inspirasi maksimal yang dimulai dari ekspirasi , yang bertujuan :
a) Merangsang terbukanya system kolateral.
b) Meningkatkan distribusi ventilasi.
c) Meningkatkan volume parud) Memfasilitasi pembersihan saluran napas
( Jenkins, 1996 )

Batuk Yang tidak efektif menyebabkan :
1) Kolaps saluran nafas
2) Ruptur dinding alveoli
3) Pneumothoraks

Indikasi

Dilakukan pada pasien seperti :
COPD/PPOK, Emphysema, Fibrosis, Asma, chest infection, pasien bedrest atau post operasi

I. Latihan Pernafasan

Tujuan latihan pernafasan adalah untuk:
1.Mengatur frekuensi dan pola napas sehingga mengurangi air trapping
2.Memperbaiki fungsi diafragma
3.Memperbaiki mobilitas sangkar toraks
4.Memperbaiki ventilasi alveoli untuk memperbaiki pertukaran gas tanpa meningkatkan kerja pernapasan.
5.Mengatur dan mengkoordinir kecepatan pernapasan sehingga bernapas lebih efektif dan mengurangi kerja pernapasan

A. Pernafasan Diafragma

•Pemberian oksigen bila penderita mendapat terapi oksigen di rumah.
•Posisi penderita bisa duduk, telentang, setengah duduk, tidur miring ke kiri atau ke kanan, mendatar atau setengah duduk.
Penderita meletakkan salah satu tangannya di atas perut bagian tengah, tangan yang lain di atas dada.
Akan dirasakan perut bagian atas mengembang dan tulang rusuk bagian bawah membuka. Penderita perlu disadarkan bahwa diafragma memang turun pada waktu inspirasi. Saat gerakan (ekskursi) dada minimal. Dinding dada dan otot bantu napas relaksasi

•Penderita menarik napas melalui hidung dan saat ekspirasi pelan-pelan melalui mulut (pursed lips breathing), selama inspirasi, diafragma sengaja dibuat aktif dan memaksimalkan protrusi (pengembangan) perut.
Otot perut bagian depan dibuat berkontraksi selama inspirasi untuk memudahkan gerakan diafragma dan meningkatkan ekspansi sangkar toraks bagian bawah.
Selama ekspirasi penderita dapat menggunakan kontraksi otot perut untuk menggerakkan diafragma lebih tinggi. Beban seberat 0,5 - 1 kg dapat diletakkan di atas dinding perut untuk membantu aktivitas ini

B. Pursed lips breathing

•menarik napas (inspirasi) secara biasa beberapa detik melalui hidung (bukan menarik napas dalam) dengan mulut tertutup
•kemudian mengeluarkan napas (ekspirasi) pelan-pelan melalui mulut dengan posisi seperti bersiul

•PLB dilakukan dengan atau tanpa kontraksi otot abdomen selama ekspirasi
•Selama PLB tidak ada udara ekspirasi yang mengalir melalui hidung
•Dengan pursed lips breathing (PLB) akan terjadi peningkatan tekanan pada rongga mulut, kemudian tekanan ini akan diteruskan melalui cabang-cabang bronkus sehingga dapat mencegah air trapping dan kolaps saluran napas kecil pada waktu ekspirasi

C. Lower Side Rib Breathing

•Letakkan kedua tangan di bagian bawah kedua rusuk
•Tarik nafas dalam dan pelan, sehingga tangan terasa maju kedepan
•Keluarkan nafas secara pelan melalui mulut(pursed lips breathing) sehingga tangan terasa kembali pada posisi semula.Istirahat

D. Lower Back and Ribs Breathing

•Duduk di kursi, Letakkan kedua tangan di punggung, tahan dan luruskan punggung
•Tariklah nafas dalam dan pelan sehingga rongga rusuk belakang mengembang
•Tahan kedua tangan, keluarkan nafas secara pelan

E. Segmental Breathing

•Letakkan tangan pada kedua bagian rusuk bawah
•Tarik nafas dalam dan pelan, konsentrasikan kepada bagian kanan rusuk dan tangan mengembang
•Pastikan/usahakan bagian rongga rusuk/tangan kanan mengembang lebih besar dibandingkan dengan bagian kiri
•Tahan tangan, keluarkan nafas secara perlahan dan rasakan rongga rusuk/kanan yang mengembang kembali seperti semula Ulangi, dan lakukan sebaliknya untuk bagian kiri sama seperti tehnik diatas

KEGUNAAN LATIHAN NAFAS

•Latihan Nafas Dalam Untuk mengurangi Rasa Nyeri Postsurgical Deep Breathing/Nafas dalam setelah Operasi
Latihan Nafas Dalam Untuk Mengurangi Rasa Nyeri

•Pasien tidur dengan posisi duduk atau setengah duduk (semifowler) dengan lutut ditekuk dan perut tidak boleh tegang.
• Letakkan tangan diatas perut
•Hirup udara sebanyak-banyaknya dengan menggunakan hidung dalam kondisi mulut tertutup rapat.
• Tahan nafas beberapa saat (3-5 detik) kemudian secara perlahan-lahan, udara dikeluarkan sedikit demi sedikit melalui mulut.
• Lakukan hal ini berulang kali (kurang lebih 15 kali)
• Lakukan latihan dua kali sehari praopeartif.

Postsurgical Deep Breathing/Nafas dalam setelah Operasi

Cara latihan napas dalam pasca operasi :
•Duduk di sudut tempat tidur atau kursi, juga dpat berbaring terlentang dengan lutut agak ditekukkan.
•Pegang/tahan bantal atau gulungan handuk pada bagian yang terdapat luka operasi dengan kedua tangan
•Bernafaslah dengan normal
•Bernafaslah dengan dalam melalui hidung, Rasakan lambung menekan keluar ketika bernafas
•Lipatkan bibir seperti meniup lilin
•Kemudian tiupkan perlahan melalui mulut, rasakan dada menurun ketika mengeluarkan nafas
•Istirahat untuk beberapa saat
•Ulangi tindakan diatas beberapa kali

II. Latihan Batuk/Batuk Efektif

•Huff Coughing adalah tehnik mengontrol batuk yang dapat digunakan pada pasien menderita penyakit paru-paru seperti COPD/PPOK, emphysema atau cystic fibrosis. Postsurgical Deep Coughing

Huff Coughing

•Untuk menyiapkan paru-paru dan saluran nafas dari Tehnik Batuk huff, keluarkan semua udara dari dalam paru-paru dan saluran nafas. Mulai dengan bernafas pelan. Ambil nafas secara perlahan, akhiri dengan mengeluarkan nafas secar perlahan selama 3 – 4 detik.
•Tarik nafas secara diafragma, Lakukan secara pelan dan nyaman, jangan sampai overventilasi paru-paru.Setelah menarik nafas secara perlahan, tahan nafas selama 3 detik, Ini untuk mengontrol nafas dan mempersiapkan melakukan batuk huff secara efektif

•Angkat dagu agak keatas, dan gunakan otot perut untuk melakukan pengeluaran nafas cepat sebanyak 3 kali dengan saluran nafas dan mulut terbuka, keluarkan dengan bunyi Ha,ha,ha atau huff, huff, huff. Tindakan ini membantu epligotis terbuka dan mempermudah pengeluaran mucus.
•Kontrol nafas, kemudian ambil napas pelan 2 kali.
•Ulangi tehnik batuk diatas sampai mucus sampai ke belakang tenggorokkan
•Setelah itu batukkan dan keluarkan mucus/dahak

Postsurgical Deep Coughing

Step 1 :
•Duduk di sudut tempat tidur atau kursi, juga dapat berbaring terlentang dengan lutut agak ditekukkan.
•Pegang/tahan bantal atau gulungan handuk terhadap luka operasi dengan kedua tangan
•Bernafaslah dengan normal

Step 2 :
•Bernafaslah dengan pelan dan dalam melalui hidung.
•Kemudian keluarkan nafas dengan penuh melalui mulut, Ulangi untuk yang kedua kalinya.
•Untuk ketiga kalinya, Ambil nafas secara pelan dan dalam melalui hidung, Penuhi paru-paru sampai terasa sepenuh mungkin.

Step 3 :
•Batukkan 2 – 3 kali secara berturut-turut. Usahakan untuk mengeluarkan udara dari paru-paru semaksimalkan mungkin ketika batuk.
•Relax dan bernafas seperti biasa
•Ulangi tindakan diatas seperti yang diarahkan.

PENGKAJIAN SISTEM PERNAFASAN

A. KELUHAN UTAMA :
•Batuk (Cough)
•Peningkatan Produksi Sputum
•Dyspnea
•Hemoptysis
•Chest Pain

B. RIWAYAT KESEHATAN MASA LALU

•Riwayat merokok
•Pengobatan saat ini dan masa lalu
•Alergi
•Tempat tinggal

C. RIWAYAT KESEHATAN KELUARGA

•Penyakit infeksi tertentu : khususnya tuberkulosa
•Kelainan alergis, seperti asthma bronchial

REVIEW SYSTEM (Head to Toe)

a. Inspeksi
Kelainan pada bentuk dada :
•Barrel Chest
•Funnel Chest (Pectus Excavatum)
•Pigeon Chest (Pectus Carinatum)
•Kyphoscoliosis

b. Palpasi

c. Perkusi
Suara perkusi normal :Resonan (Sonor) :
•bergaung, nada rendah. Dihasilkan pada jaringan paru normal
•Dullness : dihasilkan di atas bagian jantung atau paru
•Tympany : musikal, dihasilkan di atas perut yang berisi udara

Suara Perkusi Abnormal :
a.Hiperresonan : bergaung lebih rendah dibandingkan dengan resonan dan timbul pada bagian paru yang abnormal berisi udara.
b.Flatness : sangat dullness dan oleh karena itu nadanya lebih tinggi. Dapat didengar pada perkusi daerah paha, dimana areanya seluruhnya berisi jaringan.

d. Auskultasi

•Merupakan pengkajian yang sangat bermakna, mencakup mendengarkan suara nafas normal, suara tambahan (abnormal).
Suara nafas normal dihasilkan dari getaran udara ketika melalui jalan nafas dari laring ke alveoli, dengan sifat bersih

Suara nafas normal :

a) Bronchial
b) Bronchovesikular
c) Vesikular
d) Wheezing
e) Ronchi
f) Pleural friction rub
g) Crackles
. Fine crackles
. Coarse crackles

DIAGNOSA KEPERAWATAN

Proses Ventilasi
1. Bersihan Jalan nafas tidak efektif

Proses Difusi
2. Kerusakan pertukaran gas

Proses Transprtasi Gas
3. Pola nafas tidak efektif

Lain-lain
4. Intoleran Aktifitas
5. Penurunan Curah Jantung
6. Risiko terhadap aspirasi

PERENCANAAN

1.INTERVENSI UMUM
•Posisi
•Kontrol lingkungan
•Aktivitas dan Istirahat
•Oral hygiene

2. TERAPI RESPIRASI

a.Memfasilitasi Batuk Efektif dan Nafas Dalam
b.Fisioterapi Dada/Chest Physiotherapy
c.Oksigen

IMPLEMENTASI KEPERAWATAN DAN EVALUASI

Implementasi keperawatan sesuai dengan intervensi dan evaluasi dilakukan sesuai tujuan dan kriteria termasuk di dalamnya evaluasi proses.

TRAUMA KEPALA

A. Pengertian
Trauma kepala adalah suatu trauma yang mengenai daerah kulit kepala, tulang tengkorak atau otak yang terjadi akibat injury baik secara langsung maupun tidak langsung pada kepala. (Suriadi & Rita Yuliani, 2001)
B. Klasifikasi
Klasifikasi trauma kepala berdasarkan Nilai Skala Glasgow (SKG):
1. Minor
• SKG 13 – 15
• Dapat terjadi kehilangan kesadaran atau amnesia tetapi kurang dari 30 menit.
• Tidak ada kontusio tengkorak, tidak ada fraktur cerebral, hematoma.
2. Sedang
• SKG 9 – 12
• Kehilangan kesadaran dan atau amnesia lebih dari 30 menit tetapi kurang dari 24 jam.
• Dapat mengalami fraktur tengkorak.
3. Berat
• SKG 3 – 8
• Kehilangan kesadaran dan atau terjadi amnesia lebih dari 24 jam.
• Juga meliputi kontusio serebral, laserasi, atau hematoma intrakranial.
C. Etiologi
? Kecelakaan, jatuh, kecelakaan kendaraan bermotor atau sepeda, dan mobil.
? Kecelakaan pada saat olah raga, anak dengan ketergantungan.
? Cedera akibat kekerasan.

D. Patofisiologis
Cedera memegang peranan yang sangat besar dalam menentukan berat ringannya konsekuensi patofisiologis dari suatu trauma kepala. Cedera percepatan (aselerasi) terjadi jika benda yang sedang bergerak membentur kepala yang diam, seperti trauma akibat pukulan benda tumpul, atau karena kena lemparan benda tumpul. Cedera perlambatan (deselerasi) adalah bila kepala membentur objek yang secara relatif tidak bergerak, seperti badan mobil atau tanah. Kedua kekuatan ini mungkin terjadi secara bersamaan bila terdapat gerakan kepala tiba-tiba tanpa kontak langsung, seperti yang terjadi bila posisi badan diubah secara kasar dan cepat. Kekuatan ini bisa dikombinasi dengan pengubahan posisi rotasi pada kepala, yang menyebabkan trauma regangan dan robekan pada substansi alba dan batang otak.
Cedera primer, yang terjadi pada waktu benturan, mungkin karena memar pada permukaan otak, laserasi substansi alba, cedera robekan atau hemoragi. Sebagai akibat, cedera sekunder dapat terjadi sebagai kemampuan autoregulasi serebral dikurangi atau tak ada pada area cedera. Konsekuensinya meliputi hiperemi (peningkatan volume darah) pada area peningkatan permeabilitas kapiler, serta vasodilatasi arterial, semua menimbulkan peningkatan isi intrakranial, dan akhirnya peningkatan tekanan intrakranial (TIK). Beberapa kondisi yang dapat menyebabkan cedera otak sekunder meliputi hipoksia, hiperkarbia, dan hipotensi.
Genneralli dan kawan-kawan memperkenalkan cedera kepala “fokal” dan “menyebar” sebagai kategori cedera kepala berat pada upaya untuk menggambarkan hasil yang lebih khusus. Cedera fokal diakibatkan dari kerusakan fokal yang meliputi kontusio serebral dan hematom intraserebral, serta kerusakan otak sekunder yang disebabkan oleh perluasan massa le
http://www.ilmukeperawatan.com/asuhan_keperawatan_cedera_kepala.html

Penanganan Cedera Kepala di Puskesmas

Pendahuluan
Cedera kepala akibat trauma sering kita jumpai di lapangan. Di Amerika Serikat, kejadian cedera kepala setiap tahunnya diperkirakan mencapai 500.000 kasus. Dari jumlah di atas, 10% penderita meninggal sebelum tiba di rumah sakit dan lebih dari 100.000 penderita menderita berbagai tingkat kecacatan akibat cedera kepala tersebut. Di negara berkembang seperti Indonesia, perkembangan ekonomi dan industri memberikan dampak frekuensi cedera kepala cenderung semakin meningkat1,2.
Distribusi kasus cedera kepala terutama melibatkan kelompok usia produktif antara 15–44 tahun dan lebih didominasi oleh kaum laki-laki dibandingkan dengan perempuan. Penyebab cedera kepala terbanyak adalah akibat kecelakaan lalu lintas, disusul dengan jatuh (terutama pada anak-anak). Cedera kepala berperan pada hampir separuh dari seluruh kematian akibat trauma2. Karena itu, sudah saatnya seluruh fasilitas kesehatan yang ada, khususnya puskesmas sebagai lini terdepan pelayanan kesehatan, dapat melakukan penanganan yang optimal bagi penderita cedera kepala. Seperti negara-negara berkembang lainnya, kita tidak dapat memungkiri bahwa masih terdapat banyak keterbatasan, di antaranya keterbatasan pengetahuan dan keterampilan petugas kesehatan, keterbatasan alat-alat medis, serta kurangnya dukungan sistem transportasi dan komunikasi. Hal ini memang merupakan tantangan bagi kita dalam menangani pasien dengan trauma, khususnya trauma kepala.
Cedera kepala merupakan keadaan yang serius. Oleh karena itu, setiap petugas kesehatan diharapkan mempunyai pengetahuan dan keterampilan praktis untuk melakukan penanganan pertama dan tindakan live saving sebelum melakukan rujukan ke rumah sakit. Diharapkan dengan penanganan yang cepat dan akurat dapat menekan morbiditas dan mortalitasnya. Penanganan yang tidak optimal dan terlambatnya rujukan dapat menyebabkan keadaan penderita semakin memburuk dan berkurangnya kemungkinan pemulihan fungsi.
Klasifikasi Cedera Kepala
Cedera kepala bisa diklasifikasikan dalam berbagai aspek, tetapi untuk kepentingan praktis di lapangan dapat digunakan klasifikasi berdasarkan beratnya cedera. Penilaian derajat beratnya cedera kepala dapat dilakukan menggunakan Glasgow Coma Scale, yaitu suatu skala untuk menilai secara kuantitatif tingkat kesadaran seseorang dan kelainan neurologis yang terjadi. Ada tiga aspek yang dinilai, yaitu reaksi membuka mata (eye opening), reaksi berbicara (verbal respons), dan reaksi gerakan lengan serta tungkai (motor respons)1,3.
Dengan Glasgow Coma Scale (GCS), cedera kepala dapat diklasifikasikan menjadi:
1. Cedera kepala ringan, bila GCS 13 – 15
2. Cedera kepala sedang, bila GCS 9 – 12
3. Cedera kepala berat, bila GCS 3 – 8
Glasgow Coma Scale
I. Reaksi membuka mata
4 Buka mata spontan
3 Buka mata bila dipanggil/rangsangan suara
2 Buka mata bila dirangsang nyeri
1 Tak ada reaksi dengan rangsangan apapun
II. Reaksi berbicara
5 Komunikasi verbal baik, jawaban tepat
4 Bingung, disorientasi waktu, tempat, dan orang
3 Dengan rangsangan, reaksi hanya kata, tak berbentuk kalimat
2 Dengan rangsangan, reaksi hanya suara, tak terbentuk kata
1 Tak ada reaksi dengan rangsangan apapun
III. III.Reaksi gerakan lengan/tungkai
6 Mengikuti perintah
5 Dengan rangsangan nyeri, dapat mengetahui tempat rangsangan
4 Dengan rangsangan nyeri, menarik anggota badan
3 Dengan rangsangan nyeri, timbul reaksi fleksi abnormal
2 Dengan rangsangan nyeri, timbul reaksi ekstensi abnormal
1 Dengan rangsangan nyeri, tidak ada reaksi
Penderita yang sadar baik (composmentis) dengan reaksi membuka mata spontan, mematuhi perintah, dan berorientasi baik, mempunyai nilai GCS total sebesar 15. Sedang pada keadaan koma yang dalam, dengan keseluruhan otot-otot ekstremitas flaksid dan tidak ada respons membuka mata sama sekali, nilai GCS-nya adalah 31.
Patofisiologi
Berdasarkan patofisiologinya, kita mengenal dua macam cedera otak, yaitu cedera otak primer dan cedera otak sekunder. Cedera otak primer adalah cedera yang terjadi saat atau bersamaan dengan kejadian trauma, dan merupakan suatu fenomena mekanik. Umumnya menimbulkan lesi permanen. Tidak banyak yang bisa kita lakukan kecuali membuat fungsi stabil, sehingga sel-sel yang sedang sakit bisa mengalami proses penyembuhan yang optimal. Sedangkan cedera otak sekunder merupakan hasil dari proses yang berkelanjutan (on going process) sesudah atau berkaitan dengan cedera primer dan lebih merupakan fenomena metabolik3,4.
Proses berkelanjutan tersebut sebenarnya merupakan proses alamiah. Tetapi, bila ada faktor-faktor lain yang mempengaruhi dan tidak ada upaya untuk mencegah atau menghentikan proses tersebut maka cedera akan terus berkembang dan berakhir pada kematian jaringan yang cukup luas. Pada tingkat organ, ini akan berakhir dengan kematian/kegagalan organ. Cedera otak sekunder disebabkan oleh keadaan-keadaan yang merupakan beban metabolik tambahan pada jaringan otak yang sudah mengalami cedera (neuron-neuron yang belum mati tetapi mengalami cedera). Beban ekstra ini bisa karena penyebab sistemik maupun intrakranial. Berbeda dengan cedera otak primer, banyak yang bisa kita lakukan untuk mencegah dan mengurangi terjadinya cedera otak sekunder3,4,5.
Penyebab cedera otak sekunder di antaranya3,4,5:
1. Penyebab sistemik: hipotensi, hipoksemia, hipo/hiperkapnea, hipertermia, dan hiponatremia.
2. Penyebab intrakranial: tekanan intrakranial meningkat, hematoma, edema, pergeseran otak (brain shift), vasospasme, kejang, dan infeksi.
Bagi petugas kesehatan di daerah, tugasnya adalah mencegah, mendeteksi, dan melakukan penanganan dini terhadap kondisi yang dapat menyebabkan cedera otak sekunder.
Penanganan
Penanganan awal cedera kepala pada dasarnya mempunyai tujuan6: (1) Memantau sedini mungkin dan mencegah cedera otak sekunder; (2) Memperbaiki keadaan umum seoptimal mungkin sehingga dapat membantu penyembuhan sel-sel otak yang sakit.
Penanganan dimulai sejak di tempat kejadian secara cepat, tepat, dan aman. Pendekatan ‘tunggu dulu’ pada penderita cedera kepala sangat berbahaya, karena diagnosis dan penanganan yang cepat sangatlah penting. Cedera otak sering diperburuk oleh akibat cedera otak sekunder. Penderita cedera kepala dengan hipotensi mempunyai mortalitas dua kali lebih banyak daripada tanpa hipotensi. Adanya hipoksia dan hipotensi akan menyebabkan mortalitas mencapai 75 persen. Oleh karena itu, tindakan awal berupa stabilisasi kardiopulmoner harus dilaksanakan secepatnya1.
Faktor-faktor yang memperjelek prognosis5: (1) Terlambat penanganan awal/resusitasi; (2) Pengangkutan/transport yang tidak adekuat; (3) Dikirim ke RS yang tidak adekuat; (4) Terlambat dilakukan tindakan bedah; (5) Disertai cedera multipel yang lain.
Penanganan di Tempat Kejadian
Dua puluh persen penderita cedera kepala mati karena kurang perawatan sebelum sampai di rumah sakit. Penyebab kematian yang tersering adalah syok, hipoksemia, dan hiperkarbia. Dengan demikian, prinsip penanganan ABC (airway, breathing, dan circulation) dengan tidak melakukan manipulasi yang berlebihan dapat memberatkan cedera tubuh yang lain, seperti leher, tulang punggung, dada, dan pelvis3,6.
Umumnya, pada menit-menit pertama penderita mengalami semacam brain shock selama beberapa detik sampai beberapa menit. Ini ditandai dengan refleks yang sangat lemah, sangat pucat, napas lambat dan dangkal, nadi lemah, serta otot-otot flaksid bahkan kadang-kadang pupil midriasis. Keadaan ini sering disalahtafsirkan bahwa penderita sudah mati, tetapi dalam waktu singkat tampak lagi fungsi-fungsi vitalnya. Saat seperti ini sudah cukup menyebabkan terjadinya hipoksemia, sehingga perlu segera bantuan pernapasan6.
Yang pertama harus dinilai adalah kelancaran jalan napas ( airway). Jika penderita dapat berbicara maka jalan napas kemungkinan besar dalam keadaan adekuat. Obstruksi jalan napas sering terjadi pada penderita yang tidak sadar, yang dapat disebabkan oleh benda asing, muntahan, jatuhnya pangkal lidah, atau akibat fraktur tulang wajah. Usaha untuk membebaskan jalan napas harus melindungi vertebra servikalis (cervical spine control), yaitu tidak boleh melakukan ekstensi, fleksi, atau rotasi yang berlebihan dari leher. Dalam hal ini, kita dapat melakukan chin lift atau jaw thrust sambil merasakan hembusan napas yang keluar melalui hidung. Bila ada sumbatan maka dapat dihilangkan dengan cara membersihkan dengan jari atau suction jika tersedia. Untuk menjaga patensi jalan napas selanjutnya dilakukan pemasangan pipa orofaring. Bila hembusan napas tidak adekuat, perlu bantuan napas. Bantuan napas dari mulut ke mulut akan sangat bermanfaat (breathing). Apabila tersedia, O2 dapat diberikan dalam jumlah yang memadai. Pada penderita dengan cedera kepala berat atau jika penguasaan jalan napas belum dapat memberikan oksigenasi yang adekuat, bila memungkinkan sebaiknya dilakukan intubasi endotrakheal1,3,5,6,7,8.
Status sirkulasi dapat dinilai secara cepat dengan memeriksa tingkat kesadaran dan denyut nadi (circulation). Tindakan lain yang dapat dilakukan adalah mencari ada tidaknya perdarahan eksternal, menilai warna serta temperatur kulit, dan mengukur tekanan darah. Denyut nadi perifer yang teratur, penuh, dan lambat biasanya menunjukkan status sirkulasi yang relatif normovolemik. Pada penderita dengan cedera kepala, tekanan darah sistolik sebaiknya dipertahankan di atas 100 mmHg untuk mempertahankan perfusi ke otak yang adekuat. Denyut nadi dapat digunakan secara kasar untuk memperkirakan tekanan sistolik. Bila denyut arteri radialis dapat teraba maka tekanan sistolik lebih dari 90 mmHg. Bila denyut arteri femoralis yang dapat teraba maka tekanan sistolik lebih dari 70 mmHg. Sedangkan bila denyut nadi hanya teraba pada arteri karotis maka tekanan sistolik hanya berkisar 50 mmHg. Bila ada perdarahan eksterna, segera hentikan dengan penekanan pada luka. Cairan resusitasi yang dipakai adalah Ringer Laktat atau NaCl 0,9%, sebaiknya dengan dua jalur intra vena. Pemberian cairan jangan ragu-ragu, karena cedera sekunder akibat hipotensi lebih berbahaya terhadap cedera otak dibandingkan keadaan edema otak akibat pemberian cairan yang berlebihan. Posisi tidur yang baik adalah kepala dalam posisi datar, cegah head down (kepala lebih rendah dari leher) karena dapat menyebabkan bendungan vena di kepala dan menaikkan tekanan intrakranial3,5,8,10.
Setelah ABC stabil, segera siapkan transport ke rumah sakit rujukan untuk mendapatkan penanganan selanjutnya.
Rujukan
Sesuai dengan keadaan masing-masing daerah yang sangat bervariasi, pemilihan alat transportasi tergantung adanya fasilitas, keamanan, keadaan geografis, dan cepatnya mencapai rumah sakit rujukan yang ditentukan. Prinsipnya adalah ‘To get 0a definitif care in shortest time’. Dengan demikian, bila memungkinkan sebaiknya semua penderita dengan trauma kepala dirujuk ke rumah sakit yang ada fasilitas CT Scan dan tindakan bedah saraf. Tetapi, melihat situasi dan kondisi di negara kita, di mana hanya di rumah sakit propinsi yang mempunyai fasilitas tersebut (khususnya di luar jawa), maka sistem rujukan seperti itu sulit dilaksanakan. Oleh karena itu, ada tiga hal yang harus dilakukan3:
1. Bila mudah dijangkau dan tanpa memperberat kondisi penderita, sebaiknya langsung dirujuk ke rumah sakit yang ada fasilitas bedah saraf (rumah sakit propinsi).
2. Bila tidak memungkinkan, sebaiknya dirujuk ke rumah sakit terdekat yang ada fasilitas bedah.
3. Bila status ABC belum stabil, bisa dirujuk ke rumah sakit terdekat untuk mendapatkan penanganan lebih baik.
Selama dalam perjalanan, bisa terjadi berbagai keadaan seperti syok, kejang, apnea, obstruksi napas, dan gelisah. Dengan demikian, saat dalam perjalanan, keadaan ABC pasien harus tetap dimonitor dan diawasi ketat. Dengan adanya risiko selama transportasi, maka perlu persiapan dan persyaratan dalam transportasi, yaitu disertai tenaga medis, minimal perawat yang mampu menangani ABC, serta alat dan obat gawat darurat (di antaranya ambubag, orofaring dan nasofaring tube, suction, oksigen, cairan infus RL atau NaCl 0,9%, infus set, spuit 5 cc, aquabidest 25 cc, diazepam ampul, dan khlorpromazine ampul). Selain itu, juga surat rujukan yang lengkap dan jelas3.
Tetapi, sering pertimbangan sosial, geografis, dan biaya menyulitkan kita untuk merujuk penderita, sehingga perlu adanya pegangan bagi kita untuk menentukan keputusan yang terbaik bagi pasien. Ada beberapa kriteria pasien cedera kepala yang masih bisa dirawat di rumah tetapi dengan observasi ketat, yaitu5 :
1. Orientasi waktu dan tempat masih baik
2. Tidak ada gejala fokal neurologis.
3. Tidak sakit kepala ataupun muntah-muntah.
4. Tidak ada fraktur tulang kepala.
5. Ada yang bisa mengawasi dengan baik di rumah.
6. Tempat tinggal tidak jauh dari puskesmas/pustu.
Selain itu, perlu diberi penjelasan kepada keluarga untuk mengawasi secara aktif (menanyakan dan membangunkan penderita) setiap dua jam. Bila dijumpai nyeri kepala bertambah berat, muntah makin sering, kejang, kesadaran menurun, dan adanya kelumpuhan maka segera lapor ke puskesmas atau petugas medis terdekat5.
Penutup
Penanganan awal cedera kepala sangat penting karena dapat mencegah terjadinya cedera otak sekunder sehingga dapat menekan morbiditas dan mortalitasnya. Dua hal penting dalam penanganan awal ini adalah penanganan segera di tempat kejadian dan proses transportasi saat merujuk ke fasilitas yang lebih tinggi. Tujuan dari penanganan cedera kepala bukan lagi sekadar menolong jiw,a tetapi menyembuhkan penderita dengan sequele yang seminimal mungkin. Petugas medis di puskesmas sebagai ujung tombak penyedia pelayanan kesehatan terdepan, memiliki tanggung jawab yang penting untuk melakukan penanganan awal seoptimal mungkin dan mempersiapkan rujukan penderita ke tingkat fasilitas yang lebih tinggi.
Daftar Pustaka
1. American College of Surgeon. Advanced Trauma Life Support for Doctors. American College of Surgeon, 1997 : 195-227.
2. Listiono LD, ed. Ilmu Bedah Saraf Satyanegara. (ed.III). Jakarta : Gramedia Pustaka Utama, 1998 : 147-176.
3. Bajamal AH. Penatalaksanaan cidera otak karena trauma. In : Pendidikan Kedokteran Berkelanjutan Ilmu Bedah Saraf. 1999.
4. Darmadipura MS. Cedera otak primer dan cedera otak sekunder tinjauan mekanisme dan patofisiologis. In: Pendidikan Kedokteran Berkelanjutan Ilmu Bedah Saraf. 2000.
5. Bajamal AH. Perawatan cidera kepala pra dan intra rumah sakit. In : Pendidikan Kedokteran Berkelanjutan Ilmu Bedah Saraf. 2000.
6. Hafid A, Kasan U, Darmadipura HMS, Wirjowijoyo B. Strategi dasar penanganan cidera otak. Warta IKABI Cabang Surabaya. 1989 : 107-128.
7. Wilberger JE. Emergency care and initial evaluation. In: Cooper PR, ed. Head Injury. Baltimore: Williams and Wilkins, 1993:27-41.
8. Kisworo B. Penanganan patah tulang terbuka di puskesmas. Medika 1996;10: 802-804.
9. McKhann II GM, Copass MK, Winn HR. Prehospital care of the head-injured patient. In: Narayan RK, Wilberger JE, Povlishock JT, eds. Neurotrauma. McGraw-Hill, 1996: 103-117.
10. Andrews BT. Fluid and electrolite management in the head injured patient. In: Narayan RK, Wilberger JE, Povlishock JT, eds. Neurotrauma. McGraw-Hill, 1996: 331-344.
http://www.tempo.co.id/medika/arsip/072002/pus-1.htm


Trauma Kepala

http://radit11.wordpress.com/2009/06/18/trauma-kepala/
A. Prinsip – Prinsip pada Trauma Kepala
 Tulang tengkorak sebagai pelindung jaringan otak, mempunyai daya elastisitas untuk mengatasi adanya pukulan.
 Bila daya/toleransi elastisitas terlampau akan terjadi fraktur.
 Berat/ringannya cedera tergantung pada :
1. Lokasi yang terpengaruh :
 Cedera kulit.
 Cedera jaringan tulang.
 Cedera jaringan otak.
2. Keadaan kepala saat terjadi benturan.
 Masalah utama adalah terjadinya peningkatan tekanan intrakranial (PTIK)
 TIK dipertahankan oleh 3 komponen :
1. Volume darah /Pembuluh darah 75 – 150 ml).(
2. . 1200 – 1400 ml).Volume Jaringan Otak (
3. 75 – 150 ml).Volume LCS (
Trauma kepala
Kulit Tulang kepala Jaringan otak
Fraktur - Komusio
 Fraktur linear. - Edema
 Fraktur comnunited - Kontusio
 Fraktur depressed - Hematom
 Fraktur basis
TIK meningkat
 Gangguan kesadaran
 Gangguan tanda-tanda vital
 Kelainan neurologis
B. Etiologi
1. Kecelakaan
2. Jatuh
3. Trauma akibat persalinan.


C. Patofisiologi
Cidera Kepala
Cidera otak primer Cidera otak sekunder
 Kontosio
 Laserasi Kerusakan sel otak Respon biologik
Sembuh Gangguan aliran darah otak TIK meningkat :
 Edema
 Hematom
 Metabolisme anaerobik
 Hipoximia
Respon biologik
Gejala :
1. Jika klien sadar —– sakit kepala hebat.
2. Muntah proyektil.
3. Papil edema.
4. Kesadaran makin menurun.
5. Perubahan tipe kesadaran.
6. Tekanan darah menurun, bradikardia.
7. An isokor.
8. Suhu tubuh yang sulit dikendalikan.
Trauma Kepala
Gangguan auto regulasi
TIK meningkat Aliran darah otak menurun
Edema otak Gangguan metabolisme
 O2 menurun.
 CO2 meningkat.
Asam laktat meningkat
Metabolik anaerobik
Tipe Trauma kepala :
1. Trauma kepala terbuka.
2. Trauma kepala tertutup.

Trauma kepala terbuka :
Kerusakan otak dapat terjadi bila tulang tengkorak masuk kedalam jaringan otak dan melukai :
 Merobek duramater —–LCS merembes.
 Saraf otak
 Jaringan otak.
Gejala fraktur basis :
 Battle sign.
 Hemotympanum.
 Periorbital echymosis.
 Rhinorrhoe.
 Orthorrhoe.
 Brill hematom.
Trauma Kepala Tertutup :
1. Komosio
2. Kontosio.
3. Hematom epidural.
4. Hematom subdural.
5. Hematom intrakranial.
Komosio / gegar otak :
 Cidera kepala ringan
 Disfungsi neurologis sementara dan dapat pulih kembali.
 Hilang kesadaran sementara , kurang dari 10 – 20 menit.
 Tanpa kerusakan otak permanen.
 Muncul gejala nyeri kepala, pusing, muntah.
 Disorientasi sementara.
 Tidak ada gejala sisa.
 MRS kurang 48 jam —- kontrol 24 jam I , observasi tanda-tanda vital.
 Tidak ada terapi khusus.
 Istirahat mutlak —- setelah keluhan hilang coba mobilisasi bertahap, duduk — berdiri — pulang.
 Setelah pulang —- kontrol, aktivitas sesuai, istirahat cukup, diet cukup.
Kontosio Cerebri / memar otak :
 Ada memar otak.
 Perdarahan kecil lokal/difus —- gangguan lokal — perdarahan.
 Gejala :
- Gangguan kesadaran lebih lama.
- Kelainan neurologik positip, reflek patologik positip, lumpuh, konvulsi.
- Gejala TIK meningkat.
- Amnesia retrograd lebih nyata.
Hematom Epidural :
 Perdarahan anatara tulang tengkorak dan duramater.
 Lokasi tersering temporal dan frontal.
 Sumber : pecahnya pembuluh darah meningen dan sinus venosus.
 Katagori talk and die.
 Gejala : (manifestasi adanya proses desak ruang).
- Penurunan kesadaran ringan saat kejadian —– periode Lucid (beberapa menit – beberapa jam) —- penurunan kesadaran hebat — koma, deserebrasi, dekortisasi, pupil an isokor, nyeri kepala hebat, reflek patologik positip.
Hematom Subdural :
 Perdarahan antara duramater dan arachnoid.
 Biasanya pecah vena — akut, sub akut, kronis.
 Akut :
- Gejala 24 – 48 jam.
- Sering berhubungan dnegan cidera otak & medulla oblongata.
- PTIK meningkat.
- Sakit kepala, kantuk, reflek melambat, bingung, reflek pupil lambat.
 Sub Akut :
- Berkembang 7 – 10 hari, kontosio agak berat, adanya gejal TIK meningkat — kesadaran menurun.
 Kronis :
- Ringan , 2 minggu – 3 – 4 bulan.
- Perdarahan kecil-kecil terkumpul pelan dan meluas.
- Gejala sakit kepala, letargi, kacau mental, kejang, disfagia.
Hematom Intrakranial :
 Perdarahan intraserebral ± 25 cc atau lebih.
 Selalu diikuti oleh kontosio.
 Penyebab : Fraktur depresi, penetrasi peluru, gerakan akselerasi – deselerasi mendadak.
 Herniasi merupakan ancaman nyata, adanya bekuan darah, edema lokal.
Pengaruh Trauma Kepala :
 Sistem pernapasan
 Sistem kardiovaskuler.
 Sistem Metabolisme.



Sistem Pernapasan :
TIK meningkat
Hipoksemia, hiperkapnia Meningkatkan rangsang simpatis
Peningkatan hambatan difusi O2 – Co2.
Edema paru Meningkatkan tahanan vask. sistemik dan tek darah
Meningkatkan tek, hidrostatik
Kebocoran cairan kapiler
Sistem pembuluh darah pulmonal tek. rendah.
Karena adanya kompresi langsung pada batang otak —- gejala pernapasan abnormal :
 Chyne stokes.
 Hiperventilasi.
 Apneu.
Sistem Kardivaskuler :
 Trauma kepala — perubahan fungsi jantung : kontraksi, edema paru, tek. Vaskuler.
 Perubahan saraf otonoom pada fungsi ventrikel :
- Disritmia.
- Fibrilasi.
- Takikardia.
Tidak adanya stimulus endogen saraf simpatis — terjadi penurunan kontraktilitas ventrikel. —- curah jantung menurun — menigkatkan tahanan ventrikel kiri — edema paru.


Sistem Metabolisme :
 Trauma kepala — cenderung terjadi retensi Na, air, dan hilangnya sejumlah nitrogen.
 Dalam keadaan stress fisiologis.
Trauma
ADH dilepas
Retensi Na dan air
Out put urine menurun
Konsentrasi elektrolit meningkat
 Normal kembali setelah 1 – 2 hari.
 Pada keadaan lain :
Fraktur Tengkorak Kerusakan hipofisis
Atau hipotalamus
Penurunan ADH Diabetes Mellitus
Ginjal
Ekskresi air Dehidrasi
Hilang nitrogen meningkat ———— respon metabolik terhadap trauma.
Trauma
Tubuh perlu energi untuk perbaikan
Nutrisi berkurang
Penghancuran protein otot sebagai sumber nitrogen utama.
Pengaruh Pada G.I Tract. :
3 hari pasca trauma — respon tubuh merangsang hipotalamus dan stimulus vagal.
Lambung hiperacidi
Hipotalamus —— hipofisis anterior
Adrenal
Steroid
Peningkatan sekresi asam lambung
Hiperacidi
Trauma
Stress Perdarahan lambung
Katekolamin meningkat.
Pengkajian
Pengumpulan data pasien baik subyektif atau obyektif pada gangguan sistem persyarafan sehubungan dengan trauma kepala adalah sebagi berikut :
1. Identitas pasien dan keluarga (penanggung jawab) : nama, umur, jenis kelamin, agama/suku bangsa, status perkawinan, alamat, golongan darah, penghasilan, hubungan pasien dengan penagnggung jawab, dll.
2. Riwayat Kesehatan :
Pada umumnya pasien dengan trauma kepala, datang ke rumah sakit dengan penurunan tingkat kesadaran (GCS di bawah 15), bingung, muntah, dispnea/takipnea, sakit kepala, wajah tidak simestris, lemah, paralise, hemiparise, luka di kepala, akumulasi spuntum pada saluran nafas, adanya liquor dari hidung dan telinga, dan adanya kejang.
Riwayat penyakit dahulu :
Haruslah diketahui baik yang berhubungan dnegan sistem persarafan maupun penyakit sistem sistemik lainnya. Demikian pula riwayat penyakit keluarga, terutama yang mempunyai penyakit menular. Riwayat kesehatan tersebut dapat dikaji dari pasien atau keluarga sebagai data subyektif. Data-data ini sangat berarti karena dapat mempengaruhi pronosa pasien.
3. Pemeriksaan Fisik :
Aspek Neurologis :
Yang dikaji adalah Tingkat kesadaran, biasanya GCS kurang dari 15, disorentasi orang/tempat dan waktu, adanya refleks babinski yang positif, perubahan nilai tanda-tanda vital, adanya gerakan decebrasi atau dekortikasi dan kemungkinan didapatkan kaku kuduk dengan brudzinski positif. Adanya hemiparese.
Pada pasien sadar, dia tidak dapat membedakan berbagai rangsangan/stimulus rasa, raba, suhu dan getaran. Terjadi gerakan-gerakan involunter, kejang dan ataksia, karena gangguan koordinasi. Pasien juga tidak dapat mengingat kejadian sebelum dan sesuadah trauma. Gangguan keseimbangan dimana pasien sadar, dapat terlihat limbung atau tidak dapat mempertajhankana keseimabangan tubuh.
Nervus kranialis dapat terganggu bila trauma kepala meluas sampai batang otak karena edema otak atau pendarahan otak. Kerusakan nervus I (Olfaktorius) : memperlihatkan gejala penurunan daya penciuman dan anosmia bilateral. Nervus II (Optikus), pada trauma frontalis : memperlihatkan gejala berupa penurunan gejala penglihatan. Nervus III (Okulomotorius), Nervus IV (Trokhlearis) dan Nervus VI (Abducens), kerusakannya akan menyebabkan penurunan lapang pandang, refleks cahaya ,menurun, perubahan ukuran pupil, bola mata tidak dapat mengikuti perintah, anisokor.
Nervus V (Trigeminus), gangguannya ditandai ; adanya anestesi daerah dahi. Nervus VII (Fasialis), pada trauma kapitis yang mengenai neuron motorik atas unilateral dapat menurunkan fungsinya, tidak adanya lipatan nasolabial, melemahnya penutupan kelopak mata dan hilangnya rasa pada 2/3 bagian lidah anterior lidah.
Nervus VIII (Akustikus), pada pasien sadar gejalanya berupa menurunnya daya pendengaran dan kesimbangan tubuh. Nervus IX (Glosofaringeus). Nervus X (Vagus), dan Nervus XI (Assesorius), gejala jarang ditemukan karena penderita akan meninggal apabila trauma mengenai saraf tersebut. Adanya Hiccuping (cekungan) karena kompresi pada nervus vagus, yang menyebabkan kompresi spasmodik dan diafragma. Hal ini terjadi karena kompresi batang otak. Cekungan yang terjadi, biasanya yang berisiko peningkatan tekanan intrakranial.
Nervus XII (hipoglosus), gejala yang biasa timbul, adalah jatuhnya lidah kesalah satu sisi, disfagia dan disartria. Hal ini menyebabkan adanya kesulitan menelan.
Aspek Kardiovaskuler :
Didapat perubahan tekanan darah menurun, kecuali apabila terjadi peningkatan intrakranial maka tekanan darah meningkat, denyut nadi bradikardi, kemudian takhikardia, atau iramanya tidak teratur. Selain itu pengkajian lain yang perlu dikumpulkan adalah adanya perdarahan atau cairan yang keluar dari mulut, hidung, telinga, mata. Adanya hipereskresi pada rongga mulut. Adanya perdarahan terbuka/hematoma pada bagian tubuh lainnya. Hal ini perlu pengkajian dari kepalal hingga kaki.
Aspek sistem pernapasan :
Terjadi perubahan pola napas, baik irama, kedalaman maupun frekuensi yaitu cepat dan dangkal, irama tidak teratur (chyne stokes, ataxia brething), bunyi napas ronchi, wheezing atau stridor. Adanya sekret pada tracheo brokhiolus. Peningkatan suhu tubuh dapat terjadi karena adanya infeksi atau rangsangan terhadap hipotalamus sebagai pusat pengatur suhu tubuh.
Aspek sistem eliminasi :
Akan didapatkan retensi/inkontinen dalam hal buang air besar atau kecil. Terdapat ketidakseimbangan cairan dan elektrolit, dimana terdapat hiponatremia atau hipokalemia. Pada sistem gastro-intestinal perlu dikaji tanda-tanda penurunan fungsi saluran pencernaan seperti bising usus yang tidak terdengar/lemah, aanya mual dan muntah. Hal ini menjadi dasar dalam pemberian makanan.
Glasgow Coma Scale :
I. Reaksi Membuka Mata.
4. Buka mata spontan.
3. Buka mata bila dipanggil/rangsangan suara.
2. Buka mata bila dirangsang nyeri.
1.Tidak reaksi dengan rangsangan apapun.
II. Reaksi Berbicara
4. Komunikasi verbal baik, jawaban tepat.
3. Bingung, disorentasi waktu, tempat dan person.
2. Dengan rangsangan, reaksi hanya berupa kata tidak membentuk kalimat.
1. Tidak ada reaksi dengan rangsangan apapun.
III. Reaksi Gerakan Lengan / Tungkai
6. Mengikuti perintah.
5. Dengan rangsangan nyeri dapat mengetahui tempat rangsangan.
4. Dengan rangsangan nyeri, menarik anggota badan.
3. Dengan rangsangan nyeri, timbul reaksi fleksi abnormal.
2. Dengan rangsangan nyeri, timbul reaksi extensi abnormal.
1. Dengan rangsangan nyeri, tidak ada reaksi
4. Pengkajian Psikologis :
Dimana pasien dnegan tingkat kesadarannya menurun, maka untuk data psikologisnya tidak dapat dinilai, sedangkan pada pasien yang tingkat kesadarannya agak normal akan terlihat adanya gangguan emosi, perubahan tingkah laku, emosi yang labil, iritabel, apatis, delirium, dan kebingungan keluarga pasien karena mengalami kecemasan sehubungan dengan penyakitnya.
Data sosial yang diperlukan adalah bagaimana psien berhubungan dnegan orang-orang terdekat dan yang lainnya, kemampuan berkomunikasi dan peranannya dalam keluarga. Serta pandangan pasien terhadap dirinya setelah mengalami trauma kepala dan rasa aman.
5. Data spiritual :
Diperlukan adalah ketaatan terhadap agamanya, semangat dan falsafah hidup pasien serta ke-Tuhanan yang diyakininya. Tentu saja data yang dikumpulkan bila tidak ada penurunan kesadaran.
6. Pemeriksaan Diagnostik :
Pemeriksaan diagnostik yang dilakukan dalam menegakkan diagnosa medis adalah :
 X-Ray tengkorak.
 CT-Scan.
 Angiografi.
7. Penatalaksanaan Medis Pada Trauma Kepala :
Obat-obatan :
 Dexamethason/kalmethason sebagai pengobatan anti edema serebral, dosis sesuai dengan berat ringanya trauma.
 Terapi hiperventilasi (trauma kepala berat), untuk mengurnagi vasodilatasi.
 Pengobatan anti edema dnegan larutan hipertonis yaitu manitol 20 % atau glukosa 40 % atau gliserol 10 %.
 Antibiotika yang mengandung barrier darah otak (penisillin) atau untuk infeksi anaerob diberikan metronidasol.
Makanan atau cairan, Pada trauma ringan bila muntah-muntah tidak dapat diberikan apa-apa, hanya cairan infus dextrosa 5 %, amnifusin, aminofel (18 jam pertama dari terjadinya kecelakaan), 2 – 3 hari kemudian diberikan makanan lunak.
Pada trauma berat. Karena hari-hari pertama didapat penderita mengalami penurunan kesadaran dan cenderung terjadi retensi natrium dan elektrolit maka hari-hari pertama (2-3 hari) tidak terlalu banyak cairan. Dextosa 5 % 8 jam pertama, ringer dextrosa 8 jam kedua dan dextrosa 5 % 8 jam ketiga. Pada hari selanjutnya bila kesadaran rendah makanan diberikan melalui nasogastric tube (2500 – 3000 TKTP). Pemberian protein tergantung nilai ure nitrogennya.
 Pembedahan.
Prioritas Diagnosa Keperawatan :
1. Gangguan perfusi jaringan otak berhubungan dengan gangguan peredaran darah karena adanya penekanan dari lesi (perdarahan, hematoma).
2. Potensial atau aktual tidak efektinya pola pernapasan, berhubungan dengan kerusakan pusat pernapasan di medulla oblongata.
3. Potensial terjadinya peningkatan tekanan intrakranial berhubungan dengan adanya proses desak ruang akibat penumpukan cairan darah di dalam otak.
4. Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit berhubungan dnegan penurunan produksi anti diuretik hormon (ADH) akibat terfiksasinya hipotalamus.
5. Aktual/Potensial terjadi gangguan kebutuhannutrisi : Kurang dari kebutuhan berhubungan dengan berkurangnya kemampuan menerima nutrisi akibat menurunnya kesadaran.
6. Gangguan mobilisasi fisik berhubungan dengan imobilisasi, aturan terapi untuk tirah baring.
7. Gangguan persepsi sensoris berhubungan dengan penurunan daya penangkapan sensoris.
8. Potensial terjadinya infeksi berhubungan dnegan masuknya kuman melalui jaringan atau kontinuitas yang rusak.
9. Gangguan rasa nyaman : Nyeri kepala berhubunagn dnegan kerusakan jaringan otak dan perdarahan otak/peningkatan tekanan intrakranial.
10. Gangguan rasa aman : Cemas dari keluarga berhubungan dengan ketidakpastian terhadap pengobatan dan perawatan serta adanya perubahan situasi dan krisis.
Intervensi :
1. Kaji faktor penyebab dari situasi/keadaan individu/penyebab coma/penurunan perfusi jaringan dan kemungkinan penyebab peningkatan TIK.
R/ Deteksi dini untuk memprioritaskan intervensi, mengkaji status neurologi/tanda-tanda kegagalan untuk menentukan perawatan kegawatan atau tindakan pembedahan.
2. Monitor GCS dan mencatatnya.
R/ Menganalisa tingkat kesadaran dan kemungkinan dari peningkatan TIK dan menentukan lokasi dari lesi.
3. Memonitor tanda-tanda vital.
R/ Suatu kedaan normal bila sirkulasi serebral terpelihara dengan baik atau fluktuasi ditandai dengan tekanan darah sistemik, penurunan dari outoregulator kebanyakan merupakan tanda penurun difusi lokal vaskularisasi darah serebral. Dengan peningkatan tekanan darah (diatolik) maka dibarengi dengan peningkatan tekanan darah intra kranial. Hipovolumik/hipotensi merupakan manifestasi dari multiple trauma yang dapat menyebabkan ischemia serebral. HR dan disrhytmia merupakan perkembangan dari gangguan batang otak.
4. Evaluasi pupil.
R/ Reaksi pupil dan pergerakan kembali dari bola mata merupakan tanda dari gangguan nervus/saraf jika batang otak terkoyak. Keseimbangan saraf antara simpatik dan parasimpatik merupakan respon reflek nervus kranial.
5. Kaji penglihatan, daya ingat, pergerakan mata dan reaksi reflek babinski.
R/ Kemungkinan injuri pada otak besar atau batang otak. Penurunan reflek penglihatan merupakan tanda dari trauma pons dan medulla. Batuk dan cekukan merupakan reflek dari gangguan medulla.Adanya babinski reflek indikasi adanya injuri pada otak piramidal.
6. Monitor temperatur dan pengaturan suhu lingkungan.
R/ Panas merupakan reflek dari hipotalamus. Peningkatan kebutuhan metabolisme dan O2 akan menunjang peningkatan ICP.
7. Monitor intake, dan output : catat turgor kulit, keadaa membran mukosa.
R/ Indikasi dari gangguan perfusi jaringan trauma kepala dapat menyebabkan diabetes insipedus atau syndroma peningkatan sekresi ADH.
8. Pertahankan kepala/leher pada posisi yang netral, usahakan dnegan sedikit bantal. Hindari penggunaan bantal yang banyak pada kepala.
R/ Arahkan kepala ke salah datu sisi vena jugularis dan menghambat drainage pada vena cerebral dan meningkatkan ICP.
9. Berikan periode istirahat anatara tindakan perawatan dan batasi lamanya prosedur.
R. Tindakan yang terus-menerus dapat meningkatkan ICP oleh efek rangsangan komulatif.
10. Kurangi rangsangan esktra dan berikan rasa nyaman seperti massage punggung, lingkungan yang tenang, sentuhan yang ramah dan suasana/pembicaraan yang tidak gaduh.
R/ Memberikan suasana yang tenag (colming efek) dapat mengurangi respon psikologis dan memberikan istirahat untuk mempertahankan/ICP yang rendah.
11. Bantu pasien jika batuk, muntah.
R/ Aktivitas ini dapat meningkatkan intra thorak/tekanan dalam torak dan tekanan dalam abdomen dimana akitivitas ini dapat meningkatkan tekanan ICP.
12. Kaji peningkatan istirahat dan tingkah laku pada pagi hari.
R/ Tingkah non verbal ini dpat merupakan indikasi peningkatan ICP atau memberikan reflek nyeri dimana pasien tidak mampu mengungkapkan keluhan secara verbal, nyeri yang tidak menurun dapat meningkatakan ICP.
13. Palpasi pada pembesaran/pelebaran blader, pertahankan drainage urin secara paten jika digunakan dan juga monitor terdapatnya konstipasi.
R/ Dapat meningkatkan respon automatik yang potensial menaikan ICP.
Kolaborasi :
14. Naikkan kepala pada tempat tidur/bed 15 – 45 derajat sesuai dengan tolenransi/indikasi.
R/ Peningkatan drainage/aliran vena dari kepala, mengurangi kongesti cerebral dan edema/resiko terjadi ICP.
15. Berikan cairan intra vena sesuai dengan yang dindikasikan.
R/ Pemberian cairan mungkin diinginkan untuk menguransi edema cerebral, peningkatan minimum pada pembuluh darah, tekanan darah dan ICP.
16. Berikan Oksigen.
R/ Mengurangi hipoxemia, dimana dapat meningkatkan vasodilatasi cerebral dan volume darah dan menaikkan ICP.
17. Berikan obat Diuretik contohnya : mannitol, furoscide.
R/ Diuretik mungkin digunakan pada pase akut untuk mengalirkan air dari brain cells, dan mengurangi edema cerebral dan ICP.
18. Berikan Steroid contohnya : Dextamethason, methyl prednisolone.
R/ Untuk menurunkan inflamasi (radang) dan mengurangi edema jaringan.
19. Berikan analgesik dosis tinggi contoh : Codein.
R/ Mungkin diindikasikan untuk mengurangi nyeri dan obat ini berefek negatif pada ICP tetapi dapat digunakan dengan sebab untuk mencegah.
20. Berikan Sedatif contoh : Benadryl.
R/ Mungkin digunakan untuk mengontrol kurangnya istirahat dan agitasi.
21. Berikan antipiretik, contohnya : aseptaminophen.
R/ Mengurangi/mengontrol hari dan pada metabolisme serebral/oksigen yang diinginkan.
DAFTAR PUSTAKA
Carpenito, L.P. (1999). Rencana Asuhan Dan Dokumentasi Keperawatan, Diagnosa Keperawatan dan Masalah Kolaboratif. Ed.2. Jakarta : EGC.
Komite Keperawatan RSUD Dr. Soedono Madiun. (1999). Penatalaksanaan Pada Kasus Trauma Kepala. Makalah Kegawat daruratan dalam bidang bedah. Tidak dipublikasikan.
Long, B.C. (1996). Perawatan Medikal Bedah (Suatu Pendekatan Proses Kperawatan). Bandung : Yayasan Ikatan Alumni Pendidikan Keperawatan Bandung.
Makalah Kuliah Medikal bedah PSIK FK Unair Surabaya. Tidak Dipublikasikan
Reksoprodjo, S. dkk. (1995). Kumpulan Kuliah Ilmu Bedah. Jakarta : Bina rupa Aksara.
Rothrock, J.C. (1999). Perencanaan Asuhan Keperawatan Perioperatif. Jakarta : EGC.
Tucker, S.M. (1998). Standart Perawatan Pasien : Proses Keperawatan, Diagnosis dan Evaluasi. Ed. 1 . Jakarta : ECG.

Kelebihan Vitamin D

Kebutuhan
Vitamin D mempunyai suatu karakteristik yang membedakannya dari vitamin yang lain yaitu dapat diproduksi oleh sinar matahari. Hal ini berarti bahwa vitamin D dapat diperoleh dengan penerpaan tetap sinar matahari secara teratur, dan tidak perlu tambahan konsumsi vitamin D. RDA untuk vitamin D adalah 5 mikro-gram perhari. Meskipun jumlah vitamin D yang terbentuk meningkat sepanjang kulit terkena sinar matahari, tetapi sinar matahari sendiri tidak dapat menyebabkan vitamin D sampai pada tingkat keracunan.
Sumber-sumber Utama
Sumber-sumber makanan dari vitamin D adalah telur, hati dan ikan, seperti halnya susu dan margarine yang diperkaya dengan vitamin D.
Fungsi
Vitamin D bekerja pada mineralisasi tulang dengan meningkatkan penyerapan kalsium dan fosfor di dalam sistem pencernaan,sehingga kadarnya di dalam darah meningkat. Hal ini dilakukan dengan mengambil kalsium dari tulang dan dengan mendorong penyimpanannya oleh ginjal.
Gejala kekurangan
Penyebab kekurangan vitamin D sama dengan gejala kekurangan kalsium. Tulang tidak dapat mengeras dengan cara biasa.Tulang dapat menjadi lemah seperti halnya tulang bengkok akibat berat badan.Kekurangan vitamin D dapat juga menyebabkan kelainan bentuk dan rasa nyeri pada lengan dan tungkai, punggung, torax (rongga dada) dan panggul. Kekurangan vitamin D juga merusak sistem syaraf dan otot, yang menyebabkan kekejangan otot.
Keracunan
Kelebihan vitamin D menyebabkan peningkatan konsentrasi kalsium didalam darah. Kalsium dapat membentuk batu ginjal. Kadar kalsium yang tinggi di dalam darah juga dapat menyebabkan pembuluh darah mengeras, yang sangat berbahaya bagi arteri pada hati dan paru-paru dan dapat berakibat fatal. Gejala tambahan dari keracunan vitamin D adalah kehilangan nafsu makan, sakit kepala, lemah, lelah, dahaga yang berlebihan, sifat lekas marah dan lesu.
FUNGSI
Vitamin D, salah satu vitamin larut lemak yang mempunyai sifat sifat sebagai vitamin dan hormon, yang diperlukan untuk penyerapan dan penggunaan kalsium dan phosphorus. Ia juga perlu untuk tumbesaran, ia penting terutamanya untuk tumbesaran tulang dan gigi yang normal pada kanak-kanak. Ia mencegah daripada otot menjadi lemah dan ia terlibat mengatur denyutan jantung. Ia juga penting dalam pencegahan dan rawatan kanser kolon, osteoarthritis, osteoporosis, dan hypocalcemia, meningkatkan imuniti, ia juga perlu untuk fungsi tairoid pembekuan darah yang normal.

Terdapat beberapa bentuk vitamin D , termasuk vitamin D2 (ergocaliciferol), yang datang dari sumber makanan; vitamin D3 (cholecalciferol), yang disintesis dalam kulit kesan tindakbalas kepada dedahan cahaya ultraunggu matahari ; dan dalam bentuk tiruan dikenali sebagai vitamin D5. Daripada tiga bentuk vitamin D tersebut, vitamin D3 dianggap sebagai vitamin D dalam bentuk semulajadi dan lebih aktif.
________________________________________
SUMBER Vitamin D boleh diperolehi daripada minyak hati ikan, ikan air masin , hasil tenusu, dan telur . Ia juga didapati daripada mentega, minyak ikan kod, putih telur, ikan halibut, hati, susu, oat, ikan salmon, sardin, ubi kentang, tuna, dan minyak sayuran . Vitamin D juga terbentuk oleh badan kesan dari tindakbalas terhadap cahaya matahari pada kulit.
________________________________________
KEKURANGAN Kekurangan vitamin D boleh menyebabkan :

Rickets, pada kanak-kanak ( cacat tulang, terutamanya tulang belakang, kaki dan tengkorak; tulang mudah patah; bengkak sendi; dan lemah otot).

Osteomalacia, pada orang dewasa ( tulang menjadi lembut, yang menyebabkan sakit, terutamanya pada kaki, pinggang, leher, dan tulang dada; mudah patah tulang; kejang otot pada tangan, kaki, dan tekak).
Pengertian dan Definisi Vitamin - Fungsi, Guna, Sumber, Akibat Kekurangan, Macam dan Jenis Vitamin
Sun, 14/05/2006 - 10:45pm — godam64
Vitamin adalah suatu zat senyawa kompleks yang sangat dibutuhkan oleh tubuh kita yang berfungsi untuk mambantu pengaturan atau proses kegiatan tubuh. Tanpa vitamin manusia, hewan dan makhluk hidup lainnya tidak akan dapat melakukan aktifitas hidup dan kekurangan vitamin dapat menyebabkan memperbesar peluang terkena penyakit pada tubuh kita.
Vitamin berdasarkan kelarutannya di dalam air :
- Vitamin yang larut di dalam air : Vitamin B dan Vitamin C
- Vitamin yang tidak larut di dalam air : Vitamin A, D, E, dan K atau disingkat Vitamin ADEK.
1. Vitamin A
- sumber vitamin A =
susu, ikan, sayuran berwarna hijau dan kuning, hati, buah-buahan warna merah dan kuning (cabe merah, wortel, pisang, pepaya, dan lain-lain)
- Penyakit yang ditimbulkan akibat kekurangan vitamin A =
rabun senja, katarak, infeksi saluran pernapasan, menurunnya daya tahan tubuh, kulit yang tidak sehat, dan lain-lain.
2. Vitamin B1
- sumber yang mengandung vitamin B1 =
gandum, daging, susu, kacang hijau, ragi, beras, telur, dan sebagainya
- Penyakit yang ditimbulkan akibat kekurangan vitamin B1 =
kulit kering/kusik/busik, kulit bersisik, daya tahan tubuh berkurang.
3. Vitamin B2
- sumber yang mengandung vitamin B2 =
sayur-sayuran segar, kacang kedelai, kuning telur, susu, dan banyak lagi lainnya.
- Penyakit yang ditimbulkan akibat kekurangan vitamin B2 =
turunnya daya tahan tubuh, kilit kering bersisik, mulut kering, bibir pecah-pecah, sariawan, dan sebagainya.
4. Vitamin B3
- sumber yang mengandung vitamin B3 =
buah-buahan, gandum, ragi, hati, ikan, ginjal, kentang manis, daging unggas dan sebagainya
- Penyakit yang ditimbulkan akibat kekurangan vitamin B3 =
terganggunya sistem pencernaan, otot mudah keram dan kejang, insomnia, bedan lemas, mudah muntah dan mual-mual, dan lain-lain
5. Vitamin B5
- sumber yang mengandung vitamin B5 =
daging, susu, sayur mayur hijau, ginjal, hati, kacang ijo, dan banyak lagi yang lain.
- Penyakit yang ditimbulkan akibat kekurangan vitamin B5 =
otot mudah menjadi kram, sulit tidur, kulit pecah-pecah dan bersisik, dan lain-lain
6. Vitamin B6
- sumber yang mengandung vitamin B6 =
kacang-kacangan, jagung, beras, hati, ikan, beras tumbuk, ragi, daging, dan lain-lain.
- Penyakit yang ditimbulkan akibat kekurangan vitamin B6 =
pelagra alias kulit pecah-pecah, keram pada otot, insomnia atau sulit tidur, dan banyak lagi lainnya.
7. Vitamin B12
- sumber yang mengandung vitamin B12 =
telur, hati, daging, dan lainnya
- Penyakit yang ditimbulkan akibat kekurangan vitamin B12 =
kurang darah atau anemia, gampang capek/lelah/lesu/lemes/lemas, penyakit pada kulit, dan sebagainya
8. Vitamin C
- sumber yang mengandung vitamin C =
jambu klutuk atau jambu batu, jeruk, tomat, nanas, sayur segar, dan lain sebagainya
- Penyakit yang ditimbulkan akibat kekurangan vitamin C =
mudah infeksi pada luka, gusi berdarah, rasa nyeri pada persendian, dan lain-lain
9. Vitamin D
- sumber yang mengandung vitamin D =
minyak ikan, susu, telur, keju, dan lain-lain
- Penyakit yang ditimbulkan akibat kekurangan vitamin D =
gigi akan lebih mudah rusak, otok bisa mengalami kejang-kejang, pertumbuhan tulang tidak normal yang biasanya betis kaki akan membentuk huruf O atau X.
10. Vitamin E
- sumber yang mengandung vitamin E =
ikan, ayam, kuning telur, kecambah, ragi, minyak tumbuh-tumbuhan, havermut, dsb
- Penyakit yang ditimbulkan akibat kekurangan vitamin E =
bisa mandul baik pria maupun wanita, gangguan syaraf dan otot, dll
11. Vitamin K
- sumber yang mengandung vitamin K =
susu, kuning telur, sayuran segar, dkk
- Penyakit yang ditimbulkan akibat kekurangan vitamin K =
darah sulit membeku bila terluka/berdarah/luka/pendarahan, pendarahan di dalam tubuh, dan sebagainya

Info Produk
A. Coral Calcium
Coral calcium berasal dari coral laut (sea coral), yang mengandung kalsium konsentrasi tinggi dan magnesium dalam konsentrasi rendah, ditambah dengan 72 mineral lain seperti yang ditemukan di dalam tubuh manusia.
Coral laut tersebut sebenarnya adalah hewan-hewan kecil yang hidup di dalam laut yang sering juga disebut dengan Stony coral. Hewan ini merupakan salah satu hewan invertebrata / tidak memiliki tulang belakang, termasuk kelompok Phylum Cnidaria , yang juga dikenal sebagai cnidarian / coelenterata . Hewan ini memakan ion mineral laut dan kemudian mengeluarkannya dalam bentuk coral.
Terdapat 2 sumber coral, yaitu :
1. Fossilized Coral (land)/above sea coral calcium
Coral diambil dari fosil coral yang telah mati dan terdorong ke atas laut.
2. Marine Coral/below sea coral calcium
Coral diambil dari dasar laut dengan metode vacum.
Pembandingan antara kedua cara pengambilan ini menunjukan adanya sedikit perbedaan dalam kuantitas mineralnya. Fossilized coral cenderung memiliki persentase kalsium lebih tinggi yaitu sekitar 30-38%, sedangkan Marine coral sekitar 20-24%. Tetapi Marine coral memiliki persentase Magnesium lebih tinggi yaitu 10-12%, sedangkan Fossilized sekitar 1%.
Coral ini pada mulanya banyak ditemukan di Okinawa, Jepang. Tetapi saat ini mulai bermunculan sumber coral yang lain seperti Caribbean dan America Selatan.
Beberapa mineral yang terkandung dalam Stony coral adalah:
o Kalsium
o Karbon
o Hidrogen
o Besi
o Magnesium
o Nitrogen
o Silikon
Selain itu juga masih mengandung beberapa mineral mikro yang lain.
Coral calcium yang digunakan dalam produk ini adalah coral calcium yang berasal dari Caribbean, dengan jenis pengambilan fossilized coral.
Keunggulan coral calcium dibandingkan jenis kalsium lain adalah kandungan mineral lainnya yang juga diperlukan oleh tubuh, tanpa perlu menambahkannya dari sumber lain.
B. Vitamin D
Vitamin D mempunyai fungsi meningkatkan absorbsi kalsium di dalam usus halus. Tetapi sebenarnya, vitamin D ini tidak bekerja secara langsung , melainkan melalui suatu proses biokimia di dalam hati dan ginjal. Setelah melalui proses biokimia, vitamin D berubah menjadi bentuk aktif yaitu 1,25 Dihydroxycalciferol. Bentuk aktif ini kemudian akan berubah lagi menjadi “ Protein Pengikat Calcium (Calcium Binding Protein) ” . Protein inilah yang secara langsung membantu penyerapan kalsium di usus. Kecepatan absorpsi kalsium tampaknya sesuai dengan kuantitas protein pengikat kalsium ini. Dapat dikatakan bahwa vitamin D berfungsi untuk memepertahankan kadar kalsium tubuh.
Fungsi vitamin D yang lain adalah
o Mempertahankan calcium & fosfat plasma yang diperlukan untuk mineralisasi tulang
o Mempertahankan fungsi normal neuromuskular (saraf & otot) serta fungsi lain yang tergantung pada calcium

C. ESTER C
Ester-C merupakan vitamin C generasi terbaru dengan pH netral sehingga aman bagi lambung. Selain itu Ester-C mengandung suatu metabolit yaitu Threonate sehingga Ester-C memiliki beberapa keunggulan dibandingkan vitamin C biasa.
Keunggulan dari Ester-C :
- diserap lebih banyak oleh jaringan tubuh
- lebih sedikit endapan oksalat yang dihasilkan
- bertahan lebih lama dalam darah
- tidak bersifat asam
Manfaat dari Ester-C :
- pembentukan kolagen yang diperlukan untuk mempertahankan elastisitas jaringan kulit, gigi, tulang, & pembuluh darah.
- Membantu metabolisme lemak dalam tubuh
- Sebagai antioksidan, yang diperlukan untuk menangkal radikal bebas seperti polusi udara, makanan berlemak, bahan pengawet makanan, sinar matahari, & stres.
Komposisi Produk:
Zat Aktif Dosis
Coral Calcium 1067 mg
Vitamin D3 100 IU
Ester-C 100 mg

Indikasi Nutracare Coral Calcium:
0. Keadaan yang membutuhkan kalsium, seperti kehamilan, menyusui, defisiensi kalsium
1. Penderita Osteoporosis
2. Menjaga kesehatan tulang dan gigi.

KONTRAINDIKASI
3. Hiperkalsemia
4. Hipervitaminosis D
5. Hiperparatiroid
6. Hipersensitif terhadap kalsium

Info Produk
A. Coral Calcium
Coral calcium berasal dari coral laut (sea coral), yang mengandung kalsium konsentrasi tinggi dan magnesium dalam konsentrasi rendah, ditambah dengan 72 mineral lain seperti yang ditemukan di dalam tubuh manusia.
Coral laut tersebut sebenarnya adalah hewan-hewan kecil yang hidup di dalam laut yang sering juga disebut dengan Stony coral. Hewan ini merupakan salah satu hewan invertebrata / tidak memiliki tulang belakang, termasuk kelompok Phylum Cnidaria , yang juga dikenal sebagai cnidarian / coelenterata . Hewan ini memakan ion mineral laut dan kemudian mengeluarkannya dalam bentuk coral.
Terdapat 2 sumber coral, yaitu :
1. Fossilized Coral (land)/above sea coral calcium
Coral diambil dari fosil coral yang telah mati dan terdorong ke atas laut.
2. Marine Coral/below sea coral calcium
Coral diambil dari dasar laut dengan metode vacum.
Pembandingan antara kedua cara pengambilan ini menunjukan adanya sedikit perbedaan dalam kuantitas mineralnya. Fossilized coral cenderung memiliki persentase kalsium lebih tinggi yaitu sekitar 30-38%, sedangkan Marine coral sekitar 20-24%. Tetapi Marine coral memiliki persentase Magnesium lebih tinggi yaitu 10-12%, sedangkan Fossilized sekitar 1%.
Coral ini pada mulanya banyak ditemukan di Okinawa, Jepang. Tetapi saat ini mulai bermunculan sumber coral yang lain seperti Caribbean dan America Selatan.
Beberapa mineral yang terkandung dalam Stony coral adalah:
o Kalsium
o Karbon
o Hidrogen
o Besi
o Magnesium
o Nitrogen
o Silikon
Selain itu juga masih mengandung beberapa mineral mikro yang lain.
Coral calcium yang digunakan dalam produk ini adalah coral calcium yang berasal dari Caribbean, dengan jenis pengambilan fossilized coral.
Keunggulan coral calcium dibandingkan jenis kalsium lain adalah kandungan mineral lainnya yang juga diperlukan oleh tubuh, tanpa perlu menambahkannya dari sumber lain.
B. Vitamin D
Vitamin D mempunyai fungsi meningkatkan absorbsi kalsium di dalam usus halus. Tetapi sebenarnya, vitamin D ini tidak bekerja secara langsung , melainkan melalui suatu proses biokimia di dalam hati dan ginjal. Setelah melalui proses biokimia, vitamin D berubah menjadi bentuk aktif yaitu 1,25 Dihydroxycalciferol. Bentuk aktif ini kemudian akan berubah lagi menjadi “ Protein Pengikat Calcium (Calcium Binding Protein) ” . Protein inilah yang secara langsung membantu penyerapan kalsium di usus. Kecepatan absorpsi kalsium tampaknya sesuai dengan kuantitas protein pengikat kalsium ini. Dapat dikatakan bahwa vitamin D berfungsi untuk memepertahankan kadar kalsium tubuh.
Fungsi vitamin D yang lain adalah
o Mempertahankan calcium & fosfat plasma yang diperlukan untuk mineralisasi tulang
o Mempertahankan fungsi normal neuromuskular (saraf & otot) serta fungsi lain yang tergantung pada calcium

C. ESTER C
Ester-C merupakan vitamin C generasi terbaru dengan pH netral sehingga aman bagi lambung. Selain itu Ester-C mengandung suatu metabolit yaitu Threonate sehingga Ester-C memiliki beberapa keunggulan dibandingkan vitamin C biasa.
Keunggulan dari Ester-C :
- diserap lebih banyak oleh jaringan tubuh
- lebih sedikit endapan oksalat yang dihasilkan
- bertahan lebih lama dalam darah
- tidak bersifat asam
Manfaat dari Ester-C :
- pembentukan kolagen yang diperlukan untuk mempertahankan elastisitas jaringan kulit, gigi, tulang, & pembuluh darah.
- Membantu metabolisme lemak dalam tubuh
- Sebagai antioksidan, yang diperlukan untuk menangkal radikal bebas seperti polusi udara, makanan berlemak, bahan pengawet makanan, sinar matahari, & stres.
Komposisi Produk:
Zat Aktif Dosis
Coral Calcium 1067 mg
Vitamin D3 100 IU
Ester-C 100 mg

Indikasi Nutracare Coral Calcium:
0. Keadaan yang membutuhkan kalsium, seperti kehamilan, menyusui, defisiensi kalsium
1. Penderita Osteoporosis
2. Menjaga kesehatan tulang dan gigi.

KONTRAINDIKASI
3. Hiperkalsemia
4. Hipervitaminosis D
5. Hiperparatiroid
6. Hipersensitif terhadap kalsium

Vitamin D mempengaruhi fungsi fisik pada manula
________________________________________
Dapatkan vitamin D, baik dari suplemen maupun paparan sinar matahari, yang dapat menghindari risiko kelemahan otot dan performa fisik yang buruk.

Sebuah studi baru menemukan bahwa kekurangan vitamin D dapat mendorong ketidakmampuan pada orang lanjut usia. Vitamin D, yang dapat diperoleh dari makanan dan diproduksi alami dalam tubuh melalui paparan pada sinar matahari, memainkan peran penting dalam kesehatan tulang dan fungsi otot serta membantu dalam perlindungan terhadap diabetes, kanker, flu dan tuberkulosis. Kira-kira 25 % manusia berumur di atas 60 tahun memiliki kadar rendah vitamin D, menurut laporan para peneliti dalam Journal of Gerontology : Medical Sciences edisi April 2007.

Dari sampel sebanyak 976 orang dewasa yang berumur 65 atau lebih, hampir 29 % perempuan dan 14 % pria memiliki defisiensi vitamin D. Pengujian dilakukan dengan mengukur kadar 25-hidroksi vitamin D dalam darah yang merupakan alat ukur akurat dan sering digunakan untuk mengetahui status vitamin D seseorang.

Para peneliti menguji performa fisik partisipan dengan mengukur waktu kecepatan berjalan mereka, kemampuan untuk bangun dari posisi duduk dan mempertahankan keseimbangan saat berdiri dengan posisi yang semakin menantang. Mereka juga diukur kekuatan genggaman yang merupakan prediktor ketidakmampuan di kemudian hari.

Dr. Denise K. Houston dan koleganya dari Houston of the Wake Forest University of Medicine di Winston-Salem, North Carolina, menemukan bahwa performa fisik dan kekuatan genggaman 5-10 % lebih rendah pada orang dengan kadar vitamin D dalam darahnya rendah dibandingkan dengan yang kadarnya normal. Temuan ini ditegakkan setelah faktor-faktor lain yang mempengaruhi hasil diperhitungkan seperti : berat badan, tingkat aktivitas fisik, musim tahunan, kemampuan mental, kondisi kesehatan dan anemia.

Pedoman terkini merekomendasikan orang Amerika dengan umur 50-69 tahun mengkonsumsi 400 Unit Internasional (UI) vitamin D per hari dan untuk umur 70 tahun ke atas mendapat 600 UI. Houston berpendapat bahwa “semakin tinggi vitamin D yang diperlukan untuk mempertahankan kekuatan otot dan fungsi fisik seperti kondisi lain seperti pencegahan kanker.” Dia menambahkan, “Rekomendasi saat ini didasarkan hanya pada efek vitamin D pada kesehatan tulang.”

82 Persen Pelaku Aborsi Kehilangan Harga Diri

Selasa, 20 Oktober 2009 18:48 WIB | Peristiwa | Kesehatan | Dibaca 952 kali
Medan (ANTARA News) - Seorang ahli kesehatan di Medan, dr T Yenni Febrina mengatakan, sebanyak 82 persen wanita pelaku aborsi akan merasa kehilangan harga dirinya pascamelakukan perbuatannya tersebut.

"Apa yang dialami wanita pelaku aborsi tersebut dalam dunia psikologi dikenal sebagai `Post Abortion Syndrome` atau Sindrom Pasca Aborsi," katanya, di Medan, Selasa.

Berbicara pada seminar "Kesehatan Reproduksi Remaja", ia mengatakan, proses aborsi bukan saja suatu proses yang memiliki resiko tinggi dari segi kesehatan dan keselamatan seorang wanita secara fisik.

Namun juga memiliki dampak yang sangat hebat terhadap keadaan mental seorang wanita.

Selain merasa kehilangan harga diri karena melakukan aborsi, pelaku aborsi juga dapat mengalami gangguan jiwa lainnya seperti selalu berteriak-teriak histeris, mimpi buruk berkali-kali mengenai bayi.

Kemudian ingin melakukan bunuh diri, mulai mencoba menggunakan obat-obatan terlarang, dan tidak bisa menikmati lagi hubungan seksual.

"Di luar itu, para wanita yang melakukan aborsi akan dipenuhi perasaan bersalah yang tidak hilang selama bertahun-tahun dalam hidupnya,"katanya.

Menurut dia, aborsi adalah menggugurkan kandungan atau dalam istilah kedokteran dikenal dengan abortus. Ini adalah suatu proses pengakhiran hidup dari janin sebelum diberi kesempatan untuk bertumbuh.

Dalam dunia kedokteran dikenal tiga macam aborsi yakni aborsi spontan atau alamiah, aborsi buatan atau sengaja dan aborsi terapeutik atau medis.

Aborsi spontan berlangsung tanpa tindakan apapun, kebanyakan disebabkan karena kurang baiknya kualitas sel telur dan sel sperma.

Sementara aborsi buatan atau sengaja adalah pengakhiran kehamilan sebelum usia kandungan 28 minggu sebagai suatu akibat tindakan yang disengaja dan disadari oleh calon ibu maupun si pelaksana aborsi, dalam hal ini adalah dokter, bidan atau dukun beranak.

Sementara aborsi terapeutik atau medis adalah pengguguran kandungan buatan yang dilakukan atas indikasi medik.

Sebagai contoh, calon ibu yang sedang hamil tetapi mempunyai penyakit darah tinggi menahun atau penyakit jantung yang parah yang dapat membahayakan baik calon ibu maupun janin yang dikandungnya.

"Namun untuk aborsi terapeutik ini, semua dilakukan atas pertimbangan medis yang matang dan tidak tergesa-gesa," katanya.

Menurut dia, frekuensi terjadinya aborsi di Indonesia sangat sulit dihitung secara akurat, karena aborsi buatan sangat sering terjadi tanpa dilaporkan kecuali jika terjadi komplikasi sehingga perlu perawatan di rumah sakit.

"Akan tetapi berdasarkan perkiraan dari BKKBN ada sekitar 2 juta kasus aborsi yang terjadi setiap tahunya di Indonesia. Berarti ada 2 juta nyawa yang dibunuh setiap tahunnya secara keji tanpa banyak yang tahu," katanya.(*)